Lihat ke Halaman Asli

Pilkada DKI Jakarta: Akankah Warga Memilih yang Terbaik?

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13345369021443762524

Dari enam pasang calon gubernur DKI Jakarta yang akan bertarung pada tanggal 11 Juli 2012 nanti, tentunya mereka memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Persoalan mendasar yang menghinggapi pemilih kita adalah rasionalitas dalam menggunakan hak pilihnya. Dari sekian banyak pemilihan yang dilangsungkan, politik pencitraan dan politik uang masih menjadi magnet untuk menjaring pemilih.

Pemilih kita kebanyakan masih sering terkaget-kaget dengan sosok pemimpin yang mencuat karena politik pencitraan, juga masih mudah untuk diiming-iming lembaran uang yang tidak seberapa nilainya, serta sering melupakan bahwa kepemimpinan yang baik tidak berdiri sendiri.

Masih minimnya edukasi terhadap pemilih, baik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dan partai politik menjadi kendala utama dalam melahirkan calon-calon pemimpin yang terpilih secara rasional. Artinya pemimpin yang muncul kepermukaan bukan mereka yang dipilih karena yang terbaik, tetapi karena mereka bercitra baik meskipun kinerjanya untuk rakyat masih dipertanyakan atau karena kekuatan politik uang yang dimiliki. Berbanding lurus memang antara edukasi politik dengan hasil yang didapatkan dalam setiap pemilihan yang ada. Semakin baik dan semakin sering edukasi politik dilakukan, akan semakin baik hasil yang didapatkan.

Model kampanye dialogis mungkin harus lebih sering dilakukan dibandingkan kampanye arak-arakan dan rapat umum. Dengan demikian visi dan misi masing-masing calon dapat didengar dan dipertimbangkan oleh pemilihnya dengan matang. Meskipun demikian kampanye dialogis tidak berdiri sendiri, melainkan sebuah rangkain dari kampanye-kampanye tatap muka yang dilakukan jauh sebelum ada pilkada maupun pemilu pada umumnya. Sehingga kesadaran pemilih untuk berpolitik secara baik bukan terjadi secara instan, melainkan simultan dan berkelanjutan. Ada ataupun tidak ada pemilu, edukasi terhadap pemilih harus tetap dilakukan sebagai bentuk tanggung-jawab moral penyelenggara pemilu dan partai politik.

Sehingga kelak jika ada pemilihan-pemilihan kepala daerah yang ada, pemilih bisa melakukannya dengan rasional. Artinya pemilih akan memilih calon pemimpin yang terbaik diantara pilihan yang disodorkan.

Sumber gambar




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline