Lihat ke Halaman Asli

Urbanisasi Para Pemimpin

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Arus perpindahan penduduk dari desa atau kota kecil menuju kota besar hingga saat ini masih terus berlangsung. Tampaknya otonomi daerah masih belum mampu menahan arus urbanisasi. Para pemimpin daerah yang notabene masih belum menyelesaikan amanatnya kepada rakyat sesuai sumpah jabatan saat pelantikan, kini ikut arus urbanisasi mengadu peruntungan di Pilkada DKI  Jakarta. Inikah pertanda bahwa otonomi daerah sebuah pepesan kosong belaka?

Semangat otonomi daerah seharusnya memiliki jiwa "marsipature hutanabe", artinya semangat untuk membenahi kampung/daerah masing-masing mampu dihadirkan oleh pemimpin-pemimpin daerah yang berkuasa. Bahwa otoritas yang telah bergeser dari kekuasaan sentralistik yang berpusat di Jakarta menuju otoritas otonom masing-masing selayaknya digunakan untuk kepentingan pemerataan pembangunan yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Masih derasnya arus urbanisasi hingga saat ini ke kota-kota besar memunculkan tanda tanya besar, benarkah otonomi daerah telah berjalan dengan semestinya?

Tetapi fenomena yang terjadi jelang pilkada DKI Jakarta 2012 dengan hadirnya calon-calon gubernur yang tidak menyelesaikan amanat yang telah diberikan rakyat di daerahnya masing-masing , seolah memunculkan penegasan bahwa otonomi daerah memang hanya pepesan kosong. Urbanisasi ternyata tak hanya milik rakyat biasa, para pemimpin pun tak kuasa untuk melakukan hal yang sama.

Para pemimpin tersebut telah jelas-jelas lari dari tanggung-jawabnya untuk mengurusi rakyatnya. Mengingkari janji-janji kampanye yang telah dikeluarkan bahwa mereka akan melakukan tugas dengan  baik selama masa jabatan yang akan diberikan untuk mensejahterakan rakyatnya.

Menjadi pemimpin rakyat jelas berbeda dengan pemimpin perusahaan,  jabatan karier di birokrasi dan militer, serta jabatan dipartai politik. Pemimpin rakyat jelas mengemban amanah rakyat secara langsung dan harus menuntaskan jabatannya tersebut dengan baik hingga akhir masa jabatannya. Berbeda dengan pemimpin perusahaan, birokrasi, militer dan partai yang sewaktu-waktu bisa dipindah-tugaskan kedaerah manapun sesuai tugas yang diberikan.

Dengan demikian keberhasilan seorang pemimpin di era otonomi daerah saat ini, salah satunya bisa diukur dari sejauh mana tanggung-jawabnya untuk menyelesaikan masa jabatan yang telah diserahkan kepadanya. Bila dikaitkan antara otonomi daerah dan arus urbanisasi, tentu keberhasilan yang menjadi ukurannya adalah bagaimana rakyat yang dipimpinnya bisa bertahan di daerahnya masing-masing untuk ikut mensukseskan pembangunan yang ada.

Bila hari ini pemimpin-pemimpin daerah saja lari dari tanggung-jawab mengemban amanat rakyat yang sudah diberikan, esok lusa mereka pun akan terus bersikap yang sama. Para pemimpin daerah yang ikut arus urbanisasi akan menjadi contoh yang buruk bagi rakyat didaerah yang ditinggalkannya. Karena menegaskan bahwa otonomi daerah hanyalah bagi-bagi kekuasaan minus kue pembangunan didalamnya.

Akankah di pilkada DKI Jakarta tahun 2012 ini rakyat akan memilih pemimpin-pemimpin yang lari dari amanat rakyatnya?, semoga saja tidak!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline