Lihat ke Halaman Asli

Gunung Anak Krakatau Membara tetapi Menarik untuk Wisata

Diperbarui: 12 Maret 2017   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak krakatau dari kejauhan| Dok pri

Perjalanan ku kali ini ke gunung anak Krakatau cukup mendebarkan karena cuaca seringkali tidak dapat diduga. Namun setelah pemandu meyakinkan cuaca dan gelombang laut cukup mendukung akhirnya aku menginjakkan kaki di pulau yang namanya cukup mendunia ini. Kapal yang kunaiki memerlukan perjalanan selama 3 (tiga) jam dari sebuah resort di Kalianda menuju gunung anak Krakatau. Kecepatan kapal yang hanya 7 (tujuh) knot cukup asyik untuk dinikmati. 

Dari GPS yang berada di ruang kemudi kapal terlihat kedalaman laut yang mencapai 36 meter, suhu air, jarak antar pulau dan waktu tempuh, di layar monitornya juga terlihat gambar ikan kecil maupun besar yang berseliweran di dasar laut. Apabila dibayangkan, permukaan laut yang dilewati kapal ini merupakan kaldera (kawah besar) akibat letusan besar Gunung Krakatau tahun 1883. Letusan besar ini menghancurkan sekitar 60 % tubuh Krakatau dibagian tengahnya sehingga terbentuk lubang kaldera  dengan diameter kira-kira 7 (tujuh) kilometer. Sungguh mengerikan!

Lereng anak krakatau yang panas dan gersang|Dokumentasi pribadi

Gunung anak Krakatau panas dan gersang untuk dinaiki, itulah kesan yang terasa saat kapal yang kunaiki mendekati gunung anak Krakatau dan  mengantarkan ku berlabuh di bibir pantai timur anak Krakatau karena belum adanya dermaga untuk bersandar bagi kapal wisata. Kawasan pantai timur terlihat lebih rindang karena terdapat pepohonan yang tumbuh di sekitarnya, berbanding terbalik dengan kawasan punggung gunung sebelah barat yang sangat panas, kering, suhu tinggi dan tanpa air.

Pantai timur anak krakatau yang lebih hijau|Dokumentasi pribadi

Dokumentasi pribadi

Gunung anak Krakatau merupakan gunung aktif yang lahir dari letusan gunung Krakatau yang mengguncang dunia tahun 1883. Saat itu letusan atau daya ledaknya  30 ribu kali lebih dahsyat dari bom atom Hiroshima dan Nagasaki yang terjadi saat perang dunia II. Anak Krakatau ini muncul pertama kali dari permukaan laut tahun 1929, konon dari hasil penelitian tinggi anak krakatau bertambah 4 (empat) meter setiap tahun, jadi kalau dihitung hingga saat ini anak Krakatau telah berusia lebih dari 80 tahun dengan  tinggi mencapai 230 meter.

Alat pemancar di atas lereng|Dokumentasi pribadi

Longsoran bebatuan dari atas lereng|Dokumentasi pribadi

Pohon mengering di lereng bukit|Dokumentasi pribadi

Sesaat setelah kapal yang kutumpangi berlabuh, ku coba mengelilingi sekitar pantai. Di kawasan hutan ini  terdapat aneka jenis tanaman dan hewan melata seperti biawak (?). Ketika memegang pasir di lereng gunung terasa pasirnya sangat tajam dan panas, khas pasir gunung berapi. Daya tarik bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke kawasan anak Krakatau  dan pulau sekitarnya  yaitu  dapat mendaki lerengnya dan melihat letusan-letusan kecil dari dekat terutama malam hari karena  lava pijarnya sangat mempesona. 

Perjalanan dari tepi pantai menuju punggung gunung memerlukan waktu 40-50 menit karena aku harus beberapa kali berhenti untuk istirahat dan mengamati pemandangan “padang pasir” yang terik dengan tumbuhan disekitarnya yang  tampak kering. Di areal perbukitan pasir terdapat alat pemantau gunung api berbentuk seperti antena. Dari ketinggian  terdapat bekas longsoran tanah dan bebatuan dari puncak anak Krakatau. Setelah berada di ‘puncak’ punggung gunung dan lokasi yang cukup tinggi, terlihat pemandangan laut yang indah seperti pulau rakata, pulau sertung dan pulau panjang yang merupakan tepi kawah akibat letusan Krakatau purba masa lalu.

Hewan melata di gunung anak krakatau|Dokumentasi pribadi

Sunset di kawasan anak krakatau|Dokumentasi pribadi

Saat senja merona ketika kembali ke penginapan terlihat matahari terbenam yang cukup indah, sekali-sekali terlihat lumba-lumba berlompatan di atas lautan biru. Gunung anak Krakatau memang panas dan gersang namun kawasan ini memiliki pesona ekowisata yang cukup menantang dan dapat menjadi obyek penelitian mengenai fenomena alam yang sungguh luar biasa. Letusan gunung berapi bukan sekedar bencana alam  namun mempunyai  hikmah yang dapat menjadi anugerah apabila  kita dapat mengelolanya. Anak Krakatau merupakan situs warisan dunia. Itulah karunia Tuhan.

Sekilas catatan ringan. Salam wiken.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline