Sejak Walikota Bandung, Ridwan Kamil gencar menegakkan peraturan daerah (Perda) tentang ‘Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan’ (K3), angkutan umum (angkot) di kota Bandung juga menyiapkan tempat (tong) sampah di dalam angkotnya. Ini demi menghindari terkena sanksi atas pelanggaran tidak memiliki tempat sampah, yaitu berupa denda paksa ditempat sebesar Rp. 250.000.
Dari pada di denda Rp. 250.000, pemilik angkot lebih rela mengeluarkan uang sebesar 25-35 ribu rupiah untuk membeli tempat sampah mini yang banyak dijual oleh pengasong disekitar lampu merah. Tak terbayangkan jika uang jerih payah ‘ngenek’ sehari penuh habis untuk membayar denda karena tidak membawa tempat sampah. Padahal penghasilan yang dapat dibawa pulang oleh sopir angkot sehari hanya seratus ribu rupiah, itupun kalau penumpang lagi ramai.
Adanya tempat sampah di dalam angkot menurut saya kurang efektif dan tidak indah dipandang mata. Beberapa catatan yang perlu ditegakkan terkait angkot, yang memerlukan tindakan prioritas yaitu menertibkan angkot yang menaikkan dan menurunkan penumpang semaunya, memutar balik seenaknya, termasuk ngetem disembarang tempat yang dapat menambah kemacetan lalulintas.
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah selalu menimbulkan pro dan kontra, ada yang setuju ada yang tidak. Bagi masyarakat banyak, kebijakan yang ada haruslah mengutamakan kepentingan umum, kenyamanan dan pelayanan publik yang baik.
Peraturan tentang kebersihan, ketertiban dan keindahan kota sudah ada. Kebersihan, ketertiban dan keindahan bukan pada ada atau tidaknya tempat sampah di dalam angkot. Tempat (tong) sampah memang penting untuk tempat membuang sampah. Namun kalau ini ada di dalam angkot, rasanya menjadi kurang indah! Jadi untuk penumpang angkot yang duduknya di belakang, maka dihadapannya terdapat ‘runtah’ dan ‘muntah’.!
doc.pri
Semoga Bandung menjadi kota yang indah, bersih dan teratur. Salam!!!