Dahsyatnya Media dalam mengangkat figure atau tokoh seseorang untuk kemudian menjadi sosok yang begitu dikenal dan diperbincangkan diberbagai social media memang tidak bisa disangkal lagi, baik media social online, surat kabar dan terutama media Televisi yang benar-benar dirasakan keampuhannya. Media televisi boleh dibilang sebagai garda terdepan dalam mendongkrak popularitas seseorang. Selain Karena jangkauan yang luas , media televisi juga bisa menggambarkan artikulasi secara visual dari sosok objek pemberitaan, yang kemudian bisa dilihat dan disaksikan bukan hanya kalangan menengah atas, tapi juga masyarakat bawah (grass root). Pendek kata media televisi adalah ruang publik yang paling efektif untuk pembentukan citra seseorang menjadi sosok yang dikenal.
Pemberitan media televisi bisa dikemas dengan berbagai cara ; bisa melalui iklan regular yang biasa saja, bisa melalui spot berita yang intensif /masif terhadap objek yang dijadikan berita, atau bisa juga dengan membayar spot khusus pada acara2 di televisi. Dan satu lagi yang juga sering dipakai adalah dengan menyewa (membayar) kepada station TV untuk sering memunculkan pemberitaan sesuai objek berita yang dinegosiasikan, tentunya pemberitaannya diarahkan pada hal yang positip yang bisa mepenagruhi opini publik di masyarakat.Hal ini sudah menjadi rahasia umum bahwa media-media yang ada itu memang bisa dipengaruhi oleh para pemilik modal lain atau bisa juga pemilik modal dari yang mempunyai media itu sendiri. Tentunya tidak pada semua media atau tayangan , tetapi biasanya hanya dipilih pada tayangan2 tertentu terutama yang bersifat politis.
Sebagian masyarakat mungkin masih beranggapan bahwa popularitas tidak menjamin keterpilihan (elektabilitas)seseorang, mungkin ada benar nya , tapi perlu diperhatikan juga bahwa seseorang juga tidak mungkin dipilih dan mempunyai elektabilitas tinggi bila sebelumnya orang tersebut tidak banyak dikenal publik (popular). Dengan demikian bisa dipahami bahwa seseorang yang mempunyai elektabilitas tinggi maka modal utama adalah harus sudah mempunyai popularitas terhadap dirinya.
Bagi figure /tokoh yang sudah mempunyai popularitas atau mungkin lumayan besar mempunyai modal popularitas, kemudian ingin mendongkrak terus popularitas tersbut , maka dia harus menjadi Media darling (disukai para pemburu berita). Hal ini sudah pernah dialami oleh presiden SBY pada masa pemilu 2004 dan 2009.
Dengan adanya modal popularitas maka akan lebih mudah bagi seseorang/figure tersebut untuk mencuri perhatian masyarakat melalui pemberitaan-pemberitaan media yang diharpakan nantinya akan mempunyai nilai plus (tambah) untuk meningkatkan atau mendongkrak elektabilitas . Untuk mewujdkan semua itu perlu dibangun pencitraan yang baik ditengah masyarakat, agar nantinya timbul simpati dan keberpihakan masyarakat kepada tokoh /figur tersebut.
Citra di dalam politik sebenarnya lebih dari sekedar strategi untuk menampilkan kandidat kepada para pemilih. Tetapi juga berkaitan dengan kesan yang dimiliki oleh pemilih baik yang diyakini sebagai hal yang benar atau tidak. Artinya, citra lebih dari sekedar pesan yang dibuat oleh kandidat ataupun gambaran yang dibuat oleh pemilih, tetapi citra merupakan negosiasi, evaluasi dan konstruksi oleh kandidat dan pemilih dalam sebuah usaha bersama. Dengan kata lain, keyakinan pemilih tentang kandidat berdasarkan interaksi atau kesalingbergantungan antara yang dilakukan oleh kandidat dan pemilih. Dengan demikian citra adalah transaksi antara strategi seorang kandidat dalam menciptakan kesan personal dengan kepercayaan yang sudah ada dalam benak para pemilih.
Penelitian tentang penggunaan media televisi untuk pencitraan politik bukanlah sesuatu yang baru. Tingginya konsumsi penggunaan televisi dibanding media massa lainnya, membuat masalah penggunaan televisi untuk memperbaiki citra politik menjadi sebuah kajian yang menarik untuk terus diamati.
Saat ini, hampir tidak ada, pencitraan partai politik atau tokoh politik yang akan mengikuti sebuah pemilihan jabatan politik yang tidak menggunakan media televisi. Karenanya, makin banyak kajian-kajian yang berkaitan dengan hal tersebut dilakukan banyak pakar komunikasi politik. Tidak heran banyak teori-teori yang lahir dari pemanfaatan media massa, terutama televisi untuk pencitraan partai politik maupun tokoh politik, seperti teori agenda setting, yang sudah dikenal luas hingga saat ini.
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini, terutama yang menyangkut isi pemberitaan adalah teori agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell E. Combs dan Donald Shaw pada tahun 1972. Menurut keduanya, dalam agenda setting akan terlihat bahwa dalam memilh dan menampilkan berita, editor, staf dan penyiar memainkan peranan yang penting dalam membentuk realitas politik. Penonton /Pembaca sebenarnya tidak hanya disodorkan tentang sebuah issu tertentu, tetapi Penonton /pembaca juga diikat dalam issu-issu tersebut sesuai dengan yang diinginkan oleh media. Media massa menentukan issu mana yang penting, media mengatur agenda dan berita yang akan diberikan kepada pembaca atau penontonnya. (Stanley J. Baran dan Dennis K Davies)
Mengelola persoalan berupa kepercayaan masyarakat bukan tugas yang sederhana dan mudah. Mempublikasikan dan mensosialisasikan nilai serta citra partai maupun sosok figure seseorang yang ingin ditonjolkan membutuhkan penanganan yang khusus, bahkan memerlukakan konsultan tersendiri yang khusus untuk mengelolanya, mengingat dinamika yang berkembang tidak mudah diduga. Oleh sebab itulah, keberadaan media massa bagi partai politik menjadi sesuatu yang sangat strategis dan teramat penting. Kebutuhan akan eksistensi media dalam mempertahankan dan menjaga kesinambungan hubungan yang saling menguntungkan antara , figure tokoh, parpol dan masyarakat sangat relevan dengan kepentingan parpol agar memperoleh dukungan masyarakat secara lebih berkelanjutan.
Pengaruh media dalam kehidupan politik sangatlah besar, media mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk mempengaruhi opini publik dan perilaku masyarakat. Cakupan yang luas dalam masyarakat membuat media massa dianggap sebagai salah satu cara yang efektif dalam pembentukan image partai maupun figure seseorang. Sebuah informasi yang dihasilkan oleh media massa, khususnya yang berkaitan dengan sebuah parpol, setidaknya mempunyai fungsi untuk membentuk citra partai politik kepada khalayak.
Dalam karya klasiknya Walter Lippmann menyebutkan bahwa berita media merupakan sumber utama yang membentuk alam pikir kita terhadap persoalan-persoalan publik yang lebih luas yang berada di luar jangkauan, pandangan dan pikiran kebanyakan warga negara biasa. Apa yang kita ketahui tentang dunia itulah apa yang media sampaikan kepada kita. Bahkan, apa yang menjadi agenda utama media secara sangat kuat mempengaruhi agenda utama publik. Ringkasnya, apa yang dianggap penting oleh media menjadi penting pula bagi publik.
Masyarakat umumseolah diarahkan mengikuti Mainstream agenda media yang disodorkan kehadapan publik, sehingga apa yan menjadi agenda pemberitaan media , maka itu pula yang akan menjadi konsumsi alam pikiran ditengah masyarakat.
Teori lainnya yang juga digunakan dalam penelitian, ini terutama menyangkut iklan adalah teori Analisis frame yang dikemukakan oleh Erving Goffman pada tahun 1974. Goffman menganggap iklan sebagai hyperritualized representation dari tindakan sosial. Hal itu terjadi karena menurutnya, iklan hanya menampilkan bagian-bagian tertentu saja yang sudah diedit hingga hanya menampilkan tindakan yang paling bermakna saja. Teori dari Goffman ini akan memberikan sebuah cara yang menarik dalam mengukur bagaimana media massa secara detail akan mendorong dan menguatkan budaya publik yang dominan. (Stanley J. Baran dan Dennis K. Davis, 2010, halaman 394-395)
Jika dikaitkan dengan penelitian ini maka akan terlihat bahwa melalui iklan politik yang ditayangkan di stasiun televisi nasional akan mendorong atau menggiring opini publik seperti apa yang partai diinginkan partai politik yang membuat atau menanyangkan iklan politik tersebut. Bagi partai politik yang punya modal besar atau punya akses terhadap kepemilikan stasiun televisi, tentu punya kesempatan yang lebih besar untuk menggiring opini atau sikap penonton terhadap citra partai politik mereka. Bukan tidak mungkin, juga secara signifikan akan meningkatkan popularitas atau elektabilitas partai politik tersebut.
Namun pencitraan pada sosok atau figere tertentu bukan hanya monopoli para pemilik modal stasiun tv, tapi bisa juga dilakukan oleh orang luar yang mempunyai backing modal yang kuat untuk membangun suatu politik pencitraan terhadap sosok tertentu yang didukung oleh si pemilik modal. Tentunya diharapkan akan dapat memberikan benefit (keuntungan) dikemudian hari bila sosok tersebut benar2 berhasil sesuai yang diagendakan.
Sementara teori lainnya yang juga digunakan dalam penelitian ini adalah teori pencitraan politik yang dikemukakan oleh Dan Nimmo pada tahun 2004. Dan menyatakan bahwa pencitraan politik itu seperti kapstok, yang sebenarnya bukan menyajikan realitas politik yang sebenarnya. Menurut Dan, realitas politik bukanlah seseuatu yang kita alami sekarang, karena apa yang kita alami sekarang sudah melalui kegiatan simbolik yang disampaikan melalui kegiatan simbolik. Apalagi, jika dikaitkan dengan media massa, maka kegiatan simbolik tersebut adalah sebenanya hanya merupakan aktifitas yang tertangkap dan diangkat oleh media massa saja. (Dan Nimmo, 2004).
Jika dikaitkan dengan penelitian ini, maka jelas bahwa pencitraan figure /partai politik yang dilakukan melalui pemberitaan yang ada di media televisi, merupakan langkah strategis untuk bisa menjadikan figure /partai politik yang bersangkutan masuk dalam issu-issu strategis seperti yang diberitakan oleh media. Artinya, semakin banyak ditampilkan berita-berita bagus tentang figure /partai politik akan semakin dekat partai-partai politik tersebut pada para pemilihanya. Permasalahannya adalah tinggal bagaimana mengemas issu atau aktifitas partai politik hingga dibicarakan atau menjadi agenda setting dari media massa. Hal tersebut menjadi lebih mudah, jika partai politik tersebut punya akses kepemilikan pada media massa, termasuk stasiun televisi nasional.
Selamat menyimak episode pencitraan 2014 !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H