Lihat ke Halaman Asli

Kecelakaan Bis Universitas Andalas, Salah Kampus atau Pemkot Padang?

Diperbarui: 16 Februari 2016   02:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekitar lima bulan lalu, saya dan Istri menyempatkan diri untuk main ke kampus Universitas Andalas. Itu menjadi hari pertama saya melihat kampus Unand, karena kebetulan saya belum pernah kesana (baru satu bulan saya pindah ke Sumatera Barat saat itu). kampus tertua di Pulau Sumatera dan merupakan kebanggaan warga Sumbar. Selama beberapa bulan tinggal di Sumbar, saya memahami bahwa Unand adalah kebanggaan setiap orang tua jika anak-anak mereka mampu berkuliah di universitas tersebut.

Saya memperhatikan dengan detail perjalan kami menuju dan sepulang dari Unand, hingga bangunan-bangunan baru yang tersusun megah di Perbukitan Limau Manis. Bisa dibilang kampus Unand terletak paling ujung, dan untuk menuju kesana kita dapat menggunakan kendaraan pribadi atau transportasi umum (Bis Kampus) dan angkot berwarna hijau. Tapi saya tidak tahu pasti angkot hijau tersebut dapat masuk kedalam area kampus atau hanya berhenti di depan gerbang. Karena sepanjang perjalanan saya, hanya kami temui bis kampus yang berseliweran di area kampus. Maklum saja luas kampus Unand sekitar 500 hektar, sehingga untuk menuju satu tempat ke tempat lain di wilayah kampus, kita harus menggunakan transportasi umum (bis kampus) atau kendaraan pribadi. Berbeda dengan kampus saya, yang saking kecilnya kita bisa melihat gerbang depan kampus dari gerbang belakang.

Statment saya kepada istri waktu itu “wah bis-nya udah pada busuk, tua-tua. Parah nih, jalannya naik turun pula. Kalau tiba-tiba remnya bong gimana!” Tidak hanya disitu, supir bis-nya pun saya rasa sangat ugal-ugalan, dan saya pun khawatir saat beriringan dengan bis kampus tersebut. Takut-takut kalau terserempet. Tapi yasudah, diskusi kami tentang kampus Unand dan moda transportasi disana berakhir disitu.

Lima bulan berselang, beberapa hari lalu tepatnya tanggal 12 Februari 2016 saya mendapatkan broadcast Whatsapp bahwa telah terjadi kecelakaan bis milik kampus Unand yang menewaskan dua orang (termasuk supir) dan 41 lainnya mengalami luka berat serta ringan, sehingga harus di rawat di beberapa rumah sakit; RS Semen Padang, RSUP M Jamil, dan RS Yos Sudarso. Seluruh penumpang adalah mahasiswa. Dalam hati “Gw bilang juga apa, bis busuk dijalanin. Apa nggak pernah ada perawatan?”

[caption caption="gentaandalas.com"][/caption]

Pertama dalam pikiran saya setelah mendengar kejadian ini adalah “Rektor-nya yang tidak becus, mengurus bis saja tidak bisa.” Padahal menurut Kemenristekdikti, Unand adalah perguruan tinggi dengan peringkat 12 dari 3320 perguruan tinggi di Indonesia. Menurut sumber informasi yang saya terima bahwa diduga rem Bis blong. Tetapi opini saya tidak berhenti disitu, dan tidak tertarik menduga-duga tanpa bukti. Seperti yang semua orang ketahui bahwa bis tersebut memiliki trayek dari Pasar Baru – Kampus Unand. Sehingga seharusnya bukan hanya rektor yang bertanggung jawab, Melainkan Pemerintah Kota Padang melalui Dinas Perhubungan juga memiliki tanggung jawab yang besar terhadap masalah ini, dikarenakan trayek bis tersebut yang tidak sekedar beroperasi didalam area kampus. Pikiran saya “Jangan-jangan nggak pernah ada uji kir berkala dari Dinas Perhubungan nih?”

Hingga hari ini memang belum diketahui akibat utama dari kecelakaan tersebut. Namun setelah saya mencari sedikit informasi dari website Unand, saya menemukan artikel yang di rilis pada 15 May 2014; (Baca), dalam artikel tersebut tertulis bawah Unand terbebani oleh adanya bis kampus. Beberapa kutipan kalimat dalam artikel tersebut adalah sebagai berikut; “Rektor Unand, Dr. H. Werry Darta Taifur SE., MA. yang sebelumnya menjadi pembantu Rektor II selama periode 2006-2010 dan 2010-2011 dengan tegas menyatakan bahwa pelayanan bus kampus Unand untuk transportasi mahasiswa dan umum dari lokasi umum ke kampus jelas membebani dan di luar tupoksi Unand. Energi manajemen Unand habis untuk memikirkan pelayanan ini yang sudah sama dengan manajemen perusahaan angkutan umum. Pusingnya pengelolaan pemeliharaan harus mengikuti aturan keuangan negara, tetapi bus tersebut beroperasi seperti kenderaan umum melayani mahasiswa dan masyarakat sekitar kampus. Kepusingan manajemen bertambah lagi semenjak tahun lalu, mobil tersebut semuanya plat merah, tetapi harus mengikuti aturan belanja BBM negara, sementara pungutan kepada mahasiswa tidak diperbolehkan lagi akibat penerapan uang kuliah tunggal. Peraturan pengelolaan aset negara yang dioperasikan seperti angkutan umum telah memperangkap manajemen Unand "maju kena dan mundur kena".”

Setelah membaca artikel tersebut, membuat saya menjadi berfikir. “Apakah begini pola komunikasi antara pihak kampus yang berisi para kaum intelek dengan Pemerintah Daerah?”

Saya bertanya kepada beberapa mahasiswa Unand terkait kejadian ini, “Kalian nggak protes sama Rektor?” Jawab mereka “Nggak berani Bang, takut kasus kaya mahasiswa UNJ yang di DO kemarin.” dan saya hanya bengong mendengar jawaban mereka. Dilema juga, sebagai mahasiswa tentunya punya tendensi jika ingin mengkritik. Untungnya saya tidak memiliki sangkut paut dengan kampus Unand, sehingga bebas berkomentar yang tentunya demi kebaikan bersama.

Memang seluruh biaya korban di tanggung, tapi apakah itu dapat menggantikan nyawa?

Selama tinggal di Padang, jujur bagi saya bahwa berkendara di kota Padang sangatlah tidak nyaman, dari angkot yang ugal-ugalan hingga banyaknya jalan berlubang, dan masalahnya, dari dulu hal tersebut tidak pernah berubah, dan atau mungkin tidak akan pernah berubah?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline