Marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah semesta Alam pengatur alam raya dan seisinya. Atas limpahan rahmat karuniaNya kita masih diberikan kesempatan untuk menunaikan salah satu kewajiban sholat sunnah Idul Adha ditempat yang kita mulaikan hari ini. yang nanti dilanjutkan dengan kegiatan penyembelihan hewan kurban. Qurban sebagai salah satu bentuk ibadah sekaligus peringatan dalam meneladani keimanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim terhadap perintah Allah yang Agung. Juga meneladani keshalihan putra Ibrahim yaitu Ismail alaihi salam.
Keduanya adalah panutan.Nabi Ibrahim adalah sosok orang tua teladan yang berhasil mendidik putranya menjadi generasi qurrata a'yun lagi shalih. Sementara Nabi Ismail adalah sosok anak yang shalih yang begitu sangat berbakti kepada orang tua dan rela berkorban jiwa raga demi kebaikan orang tua.
Tak lupa, shalawat serta salam mari kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw, kepada keluarganya, para sahabatnya dan pengikut semuanya hingga akhir zaman. Tak hanya itu, Nabi Muhammad adalah panutan yang mesti kita contoh. Karena akhlaknya yang mulia beliau bisa menyatukan umat. Karena sifat kejujurannyanya ia dipercaya oleh siapun. Karena ucapanya yang baik lagi damai, musuhpun bisa jadi pengikut setianya. Semoga kita bisa mengikuti jejak Nabi Muhammad menjadi pribadi damai lagi sejuk, pribadi jujur, baik dan humanis, yang mampu menyuguhkan rahmat bagi seluruh alam. termasuk baik terhadap binatang dan peduli lingkungan.
Secara historis atau kisah sejarah, dikisahkan dalam Al-Qur'an bahwa praktek kurban pertama kali dilakukan oleh kedua anak nabi Adam, Habil dan Qabil. Ibadah qurban pada waktu itu diperintahkan sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah di antara mereka berdua. Kisah kedua yang paling populer adalah kisah nabi Ibrahim yang mendapat mimpi untuk mengorbankan anaknya, nabi Ismail. Kisah kedua nabi ini tercatat dalam kitab suci tiga agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam) dan menjadi praktek yang sampai saat ini terus dilakukan sebagai bagian ajaran syariat dari agama.
Dalam kisah qurban yang dilakukan oleh nabi Ibrahim, menurut Ali Syariati memiliki pandangan menarik dalam menggali makna dari peristiwa tersebut. Menurutnya, "Ismail" dalam kisah tersebut tidak hanya dapat dimaknai sebagai sosok anak dari nabi Ibrahim, akan tetapi sisi lain ia merupakan simbol dari dorongan nafsu dan ego yang menghalangi manusia untuk mendekatkan diri kepada TuhanNya.
Dalam cerita sejarah, kita mungkin mendengar pandangan bahwa setiap cinta yang tulus memerlukan suatu bentuk pengorbanan yaitu ketika sesuatu yang dikorbankan itu merupakan sesuatu yang amat berharga atau amat dicintai oleh orang tersebut. Bagi nabi Ibrahim AS, wujud cinta tersebut adalah bernama Ismail. Ia merupakan jawaban atas doa seorang manusia yang bertahun-tahun merindukan kehadiran sosok anak dalam rumah tangganya. Ketika doa itu terwujud dalam raga Ismail, rasa cinta dalam nabi Ibrahim diuji. Manakah yang lebih besar? cinta kepada tuhan yang ia sembah atau cinta kepada anak yang sangat dirindukannya?. Ketika nabi Ibrahim sampai di bukit Mina dan telah menghunuskan pisaunya ke leher Ismail, ternyata bukan tubuh anaknya yang telah mati yang ia temui, tetapi seekor domba besar yang menggantikan posisi anaknya.
Peristiwa inilah yang merupakan hakikat sebenarnya dari qurban, seperti yang diterangkan dalam surah Al-Hajj (22) : 37 yang berbunyi : "Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untuk-mu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik".
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kisah nabi Ibrahim dapat menjadi pelajaran untuk kita semua. Sepanjang hidup, kita selalu bergulat dengan nafsu dan ego yang senantiasa menghalangi kita dalam melihat kebenaran dan mendekat diri kepada-Nya. Entah itu jabatan, kekayaan, kepopuleran, kecantikan, atau apapun. Kita semua memiliki "Ismail" dalam diri kita masing-masing. Maka wujud pengorbanan diri yang kita lakukan adalah dengan melakukan penyembelihan sunnah hewan Qurban.
Dalam proses kisah Nabi Ibrahim ada dua hal, apakah kita akan membawa "Ismail" pribadi kita ke bukit Mina untuk "menyembelih-nya" dan membebaskan diri darinya. Atau kita bisa menjadi Qabil, yang karena dibutakan oleh "Ismail" dalam dirinya hingga membunuh saudara kandungnya sendiri. Betapa ironisnya, Qabil yang bergerak atas nama cinta justru menghasilkan tragedi pembunuhan pertama dalam sejarah manusia. Betapa sebuah cinta yang salah menghasilkan bentuk perbuatan yang sangat keji. Agaknya, apa yang dikatakan nabi selepas perang badar memang betul. Bahwa jihad yang sesungguhnya bukanlah melawan ribuan musuh di Medan perang, tetapi ketika manusia bergulat untuk menundukkan hawa nafsunya sendiri.
Tentu, jalan menuju pembebasan sejati seperti yang telah berhasil dilakukan oleh nabi Ibrahim tidaklah mudah. Dalam perjalanan menuju ke bukit Mina, akan selalu ada godaan dari syaitan yang memaksa manusia untuk menyerah. Sebagian besar akan gugur di tengah jalan, dan hanya sebagian kecil yang akan sampai hingga tujuan. Proses itulah yang kita nikmati dalam perjalanan hidup yang membutuhkan sesuatu yang dapat kita kurbankan sebagai bentuk refleksi diri dalam peningkatan iman dan taqwa kepada Alllah