Lihat ke Halaman Asli

Membacalah!

Diperbarui: 2 Desember 2023   18:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Tulisan ini merupakan hasil dari saya menyampaikan pesan pada saat menjadi Khatib Jumat di SMAN 25 Jakarta. Saya ambil tema membaca karena memang melihat perkembangan literasi di Indonesia masih belum menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Berbanding terbalik dengan para pengguna media sosial yang cukup tinggi apalagi ketika mereka berkomentar mengenai satu persoalan maka netizen di Indonesia sangat terkenal.

Sayang banyak orang yang berkomentar di media sosial tapi terkadang ada kurang narasi sehingga hasilnya cuma mengolok-olok ataupun membully hanya sedikit sekali ketika komentar di media sosial yang memberikan pesan positif. Sudah selayaknya argumentasi yang dibangun di media sosial harus memiliki referensi sehingga pesan yang ditampilkan memiliki makna yang baik.

Wahyu pertama kali yang diterima Nabi Muhammad saw adalah perintah membaca. Iqra. Seperti yang kita tahu dan pahami bersama dalam sirah nabawiyah, bagiamana malaikat jibril menyampaikan perintah wahyu dari Allah SwT berupa perintah membaca ( QS.96-Al-Alaq ) ayat 1-5. Tentu bukan tanpa maksud dan tujuan jika perintah membaca ini ditempatkan oleh Allah SwT sebagai wahyu yang pertama kali diturunkan

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!, Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia, yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya." (Surat Al Alaq 1-5)

Kata 'Iqra' (bacalah) mengimplikasikan ide adanya kesadaran proses dalam berkomunikasi. Tindakan membaca baik dengan suara atau tidak, pastilah mengandaikan adanya pemahaman mengenai kata dan ide yang diterima dari sumber luar. Ada proses yang dibangun dalam menguatkan pesan komunikasi Pena (Qolam) juga merepresentasikan ide komunikasi. Pena adalah simbol bagi teknologi komunikasi yang digunakan untuk persebaran pengetahuan. Pena sebagai simbol komunikasi adalah instrumen untuk menjawab seruan Al-Quran bagi muslim, yaitu membaca. Membaca merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menelurusi jendela pengetahuan.

Komunitas muslim pertama yang terbentuk di Madinah, merekam Al-Quran pada segala sesuatu yang bisa mereka dapatkan di alam. Nabi Muhammad SAW sendiri memilki suatu keputusan-keputusan yang didokumentasikan. Ada hampir 300 dokumen yang tersimpan hingga sekarang. Misalnya perjanjian politik, catatan militer, penugasan resmi dan korespondensi diplomatik yang ditulis di kulit. Nabi memang seorang ummiy, tidak dapat membaca dan menulis. Tetapi beliau dibantu oleh 45 sekretaris (ahli lain menyatakan 60) yang mencatat apa yang beliau katakan, instruksikan dalam kegiatannya.  Hal yang menakjubkan dari ummat Islam masa awal adalah mereka dapat menemukan sebuah ilmu yang hingga sekarang bertahan; mustholahul hadits. Hal ini yang kemudian menjadi suatu rujukan bagi perkembangan ilmu dalam Islam.

Penghormatan pada kegiatan membaca dan menulis ini bahkan membuat peradaban Islam berperan sebagai perantara teknologi kertas masuk ke Eropa. Kertas adalah medium yang penting dalam membaca dan menulis. Ummat Islam berkenalan pertama kali dengan kertas di Samarkand (sekarang daerah Uzbekistan) pada tahun 751 Masehi. Kala itu, muslim belajar pada pekerja kertas China yang biasa membuat kertas dari buat Mullberry. Mulberry tidak ada di Arab, lalu ummat Islam menggantinya dengan linen dan kapas dan juga cetakan dari bambu. Akhirnya pabrik kertas pertama didirikan di Baghdad pada 793 pada masa Khalifah Harun Ar Rasyid. Industri kertas di daratan Eropa dibuat pertama ketika dinasti Abbasiah menguasai Spanyol. Pabrik kertas pertama ada di Jativa pada abad 10.

Sementara itu,  masyarakat Eropa baru mendirikan pabrik kertas pertama pada tahun 1276 di Fabriano, Italia. Barangkali itulah mengapa, terutama di dalam ilmu komunikasi, selalu diperkenalkan penemuan 'percetakan' oleh Johann Gutenberg sebagai perubah sejarah dunia, ketimbang penemuan 'kertas'. Kita selalu dikenalkan pada 'Revolusi Percetakan' sebagai penggerak peradaban, ketimbang penemuan kertas. Meski sebenarnya percetakan tidak akan dikenali bila tidak ada industri kertas sebagai pendahulunya.

Survei yang sering dikutip mengenai persoalan minat baca masyarakat Indonesia adalah survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2019 yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Survei ini menemukan bahwa tingkat minat baca masyarakat Indonesia tergolong sangat rendah. Minat baca masyarakat Indonedia menempati ranking ke 62 dari 70 negara, atau berada 10 negara terbawah (Utami, LD. 2021) Membaca belum menjadi kebisaan yang tumbuh dalam kebiasaan masyarakat, meski Indek Kegemaran Membaca (IKM) menunjukkan peningkatan. Pada 2016, IKM Indonesia mencatat skor 26,5 dan menjadi 55,74 pada 2020 (Retno H. 2021).

Artinya ketika melihat dan memahami survey itu maka ada persoalan tersendiri yang dialami oleh masyrakat Indonesia dalam urusan membaca. Padahal perkembangan tekonologi yang masuk ke Indonesia luar biasa dengan melihat perkemmbangan penggunaan gaget yang luar biasa besarnya. Kemudian melihat perkembangan media sosial juga mengalami suatu percepatan yang signifikant.

Berikut beberapa keutamaan dari kegiatan membaca :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline