Lihat ke Halaman Asli

indana zulfa

Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA

Berisikan 108 Nama, Ekonom, dan Pakar yang Mempertimbangkan Susunan Kabinet Prabowo

Diperbarui: 17 November 2024   14:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

google

                                                                                                                      

Setelah Prabowo memanggil calon menteri, wakil menteri, dan kepala badan ke kediamannya di Kertanegara awal pekan ini dan pembekalannya di Hambalang, Bogor, sejumlah ahli dari berbagai lembaga atau institusi penelitian telah memberikan analisis khusus tentang banyaknya kabinet Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Kabinet Prabowo setidaknya akan terdiri dari 108 orang, termasuk 49 orang yang dipanggil ke Kertanegara pada Senin (14/10/2024), dan 59 orang yang dipanggil Prabowo ke tempat yang sama pada Selasa (15/10/2024).
Dari 108 kabinet yang diteliti oleh Center of Economic and Law Studies (Celios), mayoritas memiliki latar belakang politikus sebesar 55,6%, atau 60 dari 108 kandidat yang dipilih oleh Prabowo.

Hanya 15,7%, atau 17 dari 108 calon, yang memberikan proposal profesional untuk teknokrat. TNI/POLRI (8,3%), pengusaha (7,4%), tokoh agama (4,6%), dan selebriti (2,8%) menyusul. Sayangnya, hanya 5,66% dari mereka adalah akademisi. Hanya 9,3% dari kandidat perempuan, atau sepuluh kandidat kebinet ha, terpilih untuk kabinet, sedangkan sisanya adalah laki-laki, dengan 98 kandidat, atau 90,7% dari total.


Selain itu, dengan membandingkan jumlah 108 kandidat dengan kabinet era Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang hanya 51 orang, para peneliti Celios mencatat potensi penggemukan anggaran untuk membiayai gaji para kandidat pejabat negara itu.

Peneliti Celios Galau D. Muhammad mengatakan, "Semakin banyaknya wakil menteri yang diangkat berarti akan meningkatkan belanja negara, termasuk gaji staf pendukung, pengadaan mobil dinas, fasilitas kantor, hingga pembayaran gaji pensiun bagi menteri dan wakil menteri tersebut," dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (17/10/2024). Celios memperkirakan bahwa koalisi yang kuat dapat mengurangi anggaran hingga Rp 1,95 triliun dalam lima tahun ke depan. Angka ini tidak mencakup biaya barang yang timbul sebagai akibat dari pembangunan fasilitas kantor atau gedung lembaga baru.


Dengan mempertimbangkan beban biaya gaji, tunjangan, dan operasional menteri dan wakil menteri di era Jokowi, yang berjumlah 51 orang, diperkirakan menghabiskan Rp 387,6 miliar per tahun, dan di era Prabowo, yang berjumlah 108 orang, diperkirakan menghabiskan Rp 777 miliar per tahun.

Dengan demikian, kabinet era Jokowi dan Prabowo meningkatkan anggaran tahunan sebesar Rp 389,4 miliar. Peningkatan anggaran sebesar sekitar Rp 1,95 triliun akan terjadi jika peningkatan anggaran itu dikalikan lima tahun atau selama masa jabatan Presiden Prabowo. Wahyudi Askar, Direktur Keadilan Fiskal Celios Media, menyatakan, "Estimasi ini adalah perhitungan sederhana dengan memperkirakan besaran anggaran jabatan tersebut belum termasuk biaya pembangunan fasilitas gedung baru. Angka yang lebih presisi dapat dihitung lebih detail setelah terbentuknya Kementerian yang baru."
Selain beban fiskal, menurut Ekonom senior pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef), yang juga merupakan Rektor Universitas Paramadina, koalisi Prabowo yang kuat, yang terdiri dari politikus dari berbagai partai politik, berpotensi mengganggu fungsi pengawasan DPR ke lembaga eksekutif yang akan datang.
seperti yang dikenal dari 55,6

Sebagaimana diketahui, PDIP memiliki 110 kursi di parlemen, Golkar 102, Gerindra 86, Nasdem 69 kursi, PKB 68 kursi, PKS 53 kursi, PAN 48 kursi, dan Demokrat 44 kursi. Dalam seminar "Koalisi Gemuk dan Antisipasi Kebocoran Anggaran", Didik menyatakan bahwa kelak DPR juga tidak berfungsi dengan baik karena koalisi gemuk memungkinkan peran DPR menjadi lemah.


Sementara itu, Achmad Nur Hidayat, seorang pakar kebijakan publik dan ekonom dari UPN Veteran Jakarta, mengingatkan bahwa ketika tidak ada kekuatan yang mampu menantang atau mempertanyakan kebijakan pemerintah, kebijakan ekonomi yang dihasilkan mungkin tidak didasarkan pada evaluasi yang menyeluruh, yang berarti sumber daya dialokasikan secara inefisiensi.

Achmad mengatakan bahwa ketika tidak ada oposisi yang efektif, risiko korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan meningkat. Pemerintahan yang tidak diawasi cenderung lebih rentan terhadap praktik korupsi, nepotisme, dan pemborosan anggaran.


Selain itu, dia menjelaskan bahwa jika pemerintahan Prabowo berjalan tanpa oposisi yang kuat, karena mayoritas ditarik ke kabinet, hal itu dapat menimbulkan keraguan terhadap kualitas tata kelola, yang berpotensi merusak kepercayaan investor. "Jika pemerintahan Prabowo berjalan tanpa oposisi, seperti dalam kasus di mana PDIP masuk ke dalam kabinet, dampak ekonominya dapat sangat besar." Seperti yang disebutkan sebelumnya, ada kemungkinan besar pengawasan kebijakan ekonomi akan berkurang jika tidak ada oposisi yang kuat.

Achmad menyatakan bahwa keputusan ekonomi dapat dibuat dengan lebih cepat, tetapi tanpa kritik atau penyeimbang, kebijakan yang dibuat mungkin kurang teruji dan tidak melewati mekanisme pengawasan.



( Intana Kamila )

Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20241018075454-17-580710/berisikan-108-nama-ekonom-pakar-bedah-susunan-kabinet-prabowo  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline