Bilingualisme,.....apakah lebih baik?
Banyak orang tua menganggap anak-anak usia dini yang mempelajari selain bahasa ibu akan mengalami masalah psikologi. Terutama kendala dalam menerima pelajaran lainnya di sekolah dikarenakan konsentrasi yang terbagi. Namun apakah ini benar? Hal tersebut seringkali muncul didasarkan pada mitos bahwa anak yang mempelajari lebih dari satu bahasa akan memperlambat proses belajar. Fakta lainnya berbeda dengan di kota-kota besar. Orang tua berlomba mengirimkan anak mereka ke sekolah internasional yang mengajarkan dua atau bahkan lebih bahasa selain bahasa Indonesia.
Menurut penelitian Lambert dan Paul, peneliti bahasa yang melakukan riset pada anak-anak usia 10 tahun di Kanada, mitos mengenai bilingualisme yang memperlambat proses belajar berhasil dipatahkan. Dari hasil risetnya menyimpulkan bahwa mempelajari lebih dari satu bahasa pada usia dini justru berdampak baik pada proses kognitif anak. Mereka mengatakan bahwa anak-anak yang mampu berbicara lebih dari satu bahasa lebih mudah dalam bersosialisasi serta lebih cakap dalam memecahkan masalah dan juga mengenal simbol-simbol.
Mereka menambahkan bahwa usia terbaik mempelajari bahasa adalah masa kanak-kanak yang biasa disebut " golden period". Hal ini dikarenakan sel-sel anak masih aktif membentuk koneksi ( sinapsis ). Sehingga daya serap mereka jauh lebih baik dibandingkan setelah dewasa.
Dr. Ellen Byalistok selama 4 dekade meneliti orang-orang yang berbicara dua bahasa. Dia juga membandingkan orang-orang yang bermasalah dengan dementia ( kepikunan ) yang berbicara dengan dua bahasa. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bilingualisme mampu memperlambat dan bahkan mencegah dementia. Jadi jelas bahwa bilingualisme sangat baik bagi anak-anak maupun dewasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H