Lihat ke Halaman Asli

Opini: Pajak Konser di Indonesia, Apakah Beban Ini Terlalu Mahal?

Diperbarui: 16 November 2024   11:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Dokumen Pribadi) Milik Indah Sri Rahayu

Di Indonesia, pajak atas konser sering kali menjadi perdebatan, terutama saat konser besar atau internasional. Pajak ini bertujuan untuk menambah pendapatan daerah, mendukung program pemerintah, serta memastikan aktivitas bisnis di sektor ini berkontribusi bagi pembangunan negara. Ada beberapa sudut pandang yang muncul. Bagi pemerintah, pajak konser adalah sumber pendapatan penting yang berkontribusi pada anggaran negara atau daerah. Dengan pajak ini, pemerintah dapat mendukung program pembangunan infrastruktur, pendidikan, hingga kesehatan. Apalagi, di Indonesia, industri hiburan dan musik sedang berkembang pesat, terutama setelah pandemi. Konser-konser besar dengan tiket yang mahal memiliki potensi besar untuk mendatangkan pendapatan pajak signifikan. 

Namun, bagi promotor atau penyelenggara konser, pajak konser sering kali dianggap membebani. Penyelenggara harus menanggung banyak biaya, mulai dari logistik, keamanan, hingga perizinan, dan tambahan pajak bisa membuat harga tiket semakin mahal. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi minat penonton, terutama di kalangan anak muda yang cenderung sensitif terhadap harga. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa pajak yang tinggi bisa membuat promotor enggan membawa artis internasional ke Indonesia, yang berdampak pada perkembangan industri musik lokal. 

Bagi konsumen, penerapan pajak konser bisa berdampak langsung pada harga tiket yang lebih tinggi. Di satu sisi, mereka menginginkan hiburan berkualitas, namun di sisi lain, harga tiket yang mahal akibat pajak bisa mengurangi aksesibilitas terhadap hiburan tersebut. 

Persentase pajak konser yang tinggi di Indonesia menjadi salah satu isu utama yang kerap dikeluhkan oleh penyelenggara acara. Di beberapa daerah, pajak hiburan yang dibebankan pada tiket konser bisa mencapai 10 hingga 15 persen dari harga tiket, dan bahkan ada yang lebih tinggi. Persentase pajak ini cukup signifikan jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, di mana pajak hiburan lebih rendah atau bahkan diberi insentif untuk mendukung pariwisata dan sektor kreatif. 

Lebih jauh lagi, tingginya persentase pajak juga dapat membuat Indonesia kurang kompetitif dalam menarik konser-konser berskala besar. Misalnya, negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Singapura atau Thailand menawarkan tarif pajak yang lebih rendah dan memberikan insentif tambahan bagi promotor. Alhasil, penyelenggara acara atau artis internasional bisa jadi lebih memilih negara-negara tersebut sebagai destinasi konser mereka, yang tentunya berdampak pada industri hiburan Indonesia dan melewatkan potensi keuntungan ekonomi dari kedatangan turis musik.

Untuk mencapai keseimbangan, pemerintah mungkin dapat mempertimbangkan menurunkan persentase pajak atau memberlakukan sistem pajak bertingkat. Misalnya, persentase pajak yang lebih rendah untuk konser dengan harga tiket di bawah tingkat tertentu atau untuk konser yang digelar oleh artis lokal. Dengan langkah ini, pemerintah dapat tetap mendapatkan kontribusi pajak tanpa menghambat perkembangan industri hiburan serta mempromosikan akses yang lebih adil bagi masyarakat luas.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline