Lihat ke Halaman Asli

Indah Safitri A2

universitas pamulang

Peningkatan Kasus Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik di Indonesia

Diperbarui: 30 Juni 2024   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar/Dribbble

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi peningkatan signifikan dalam kasus kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE). Menurut laporan Komnas Perempuan, tren ini menjadi lebih mencolok terutama setelah pandemi COVID-19. Kekerasan seksual yang difasilitasi oleh teknologi menunjukkan lonjakan drastis, dengan KSBE menduduki posisi tertinggi dalam laporan kekerasan seksual pada tahun 2023, berbeda dari tahun sebelumnya dimana KSBE berada di posisi ketiga. 

Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2023, KSBE paling banyak dilaporkan terjadi pada anak muda dan sering kali dilakukan oleh pacar atau mantan pacar. Pelecehan seksual non-fisik dan fisik menjadi bentuk kekerasan yang semakin dikenali dan dilaporkan oleh korban.

Hal ini mencerminkan adanya peningkatan kesadaran dan pemahaman korban terhadap jenis-jenis kekerasan seksual. KSBE mencakup berbagai bentuk pelecehan,termasuk:

Pelecehan Seksual Non-Fisik: Komunikasi yang bersifat seksual tanpa sentuhan fisik, seperti pesan teks, email, atau media sosial yang mengandung konten seksual yang tidak diinginkan. 

Pelecehan Seksual Fisik: Tindakan fisik yang tidak diinginkan seperti sentuhan atau gerakan yang bersifat seksual.

Kekerasan Seksual Lain: Termasuk pemaksaan seksual, eksploitasi seksual, dan tindakan serupa lainnya yang dilakukan melalui atau difasilitasi oleh teknologi. Peningkatan laporan KSBE menunjukkan bahwa ada jaminan hukum yang lebih baik bagi korban. 

Namun, tantangan masih ada. Aparat Penegak Hukum (APH) perlu memahami bentuk dan jenis kekerasan seksual secara komprehensif untuk dapat menangani kasus ini secara efektif. Infrastruktur penanganan kekerasan siber juga perlu diperkuat, termasuk penguatan perlindungan hukum dan perangkat hukum yang lebih melindungi korban. 

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah memberikan kerangka hukum yang lebih baik, namun masih ada gap yang perlu diisi, terutama terkait kekerasan seksual berbasis teknologi. Penegakan hukum juga harus disinergikan dengan UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi untuk memberikan perlindungan yang lebih komprehensif bagi korban. 

Peningkatan kasus KSBE di Indonesia memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga penegak hukum. Kesadaran yang meningkat harus diimbangi dengan tindakan nyata dalam penegakan hukum dan perlindungan korban. Dengan sinergi yang baik, diharapkan kasus kekerasan seksual berbasis elektronik dapat diminimalisir dan korban mendapatkan perlindungan serta keadilan yang layak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline