Lihat ke Halaman Asli

Indah Novita Dewi

TERVERIFIKASI

Hobi menulis dan membaca.

Keberlanjutan Usaha Pembuatan Gula Aren Kelompok Tani Hutan Ujung Bulu Kabupaten Maros Pasca Proyek Peningkatan Kapasitas

Diperbarui: 18 Oktober 2024   06:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertemuan Bersama Anggota KTH Ujung Bulu (Sumber: dokpri BPSILHK)

Pada tahun 2021 telah diinisiasi sebuah proyek peningkatan kapasitas masyarakat sekitar hutan di Kabupaten Maros, tepatnya di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bulusaraung. Proyek diinisiasi oleh lembaga asing Korea Selatan yaitu AFoCO (Asian Forest Cooperation Organization) bekerja sama dengan Pusat Standar Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (Pustarhut), Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSILHK) Makassar dan KPH Bulusaraung. 

Ini merupakan proyek besar yang diimplementasikan pada 3 lokasi yaitu Kuok/Pekanbaru, Mataram/Nusa Tenggara Barat dan Maros/Sulawesi Selatan. Inti proyek adalah penanaman berbagai tanaman MPTS pada lokasi penanaman yang bertujuan untuk pemenuhan stok karbon dan juga dimaksudkan berimbas pada kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

Salah satu kegiatan pada proyek besar tersebut adalah penelitian pada komoditas potensial yaitu terkait kondisi terkini, saluran pemasaran, nilai tambah dan analisis pasarnya. Salah satu komoditas yang potensial untuk dikembangkan di wilayah KPH Bulusaraung, Kabupaten Maros adalah komoditas gula aren.

Gula aren bentuk batok dengan kemasan baru (Sumber: dokpri)

Gula aren di beberapa kecamatan di Kabupaten Maros merupakan komoditas unggulan yang banyak dicari konsumen. Salah satu sentra pembuat gula aren adalah di Desa Bontomanurung, Kecamatan Tompobulu. KTH Ujungbulu merupakan salah satu kelompok yang mengelola usaha pembuatan gula aren, namun sebelum tahun 2023, gula aren yang dihasilkan hanya berupa gula batok ukuran besar dan hanya dibungkus plastik kresek yang jauh dari kesan aesthetic.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh penyuluh kehutanan ahli madya dari BPSILHK Makassar sebagai tenaga ahli proyek AFoCO, maka dapat disimpulkan bahwa petani pembuat gula aren tidak memiliki posisi tawar yang baik, harga gula masih rendah dan petani memiliki ketergantungan yang tinggi pada pedagang pengumpul. Ketergantungan tersebut dalam hal bantuan modal, kemudahan berutang, dan keharusan menjual produk pada satu pedagang.

AFoCO melihat bahwa kondisi petani pembuat gula aren itu masih dapat diperbaiki. Untuk itu harus ada intervensi berupa pemberian bantuan modal dan peningkatan kapasitas. Maka dirancanglah beberapa pelatihan untuk anggota KTH Ujungbulu.

Pelatihan tersebut antara lain: Bimbingan Teknis Budidaya Aren, Bimbingan Teknis Pengolahan Aren, Pelatihan Rencana Bisnis Aren, Pelatihan Digital Marketing Aren, termasuk Pelatihan Pengemasan Gula Aren.

Gula semut produk KTH Ujungbulu (Sumber: dokpri)

Selain pelatihan untuk meningkatkan skill dan keterampilan anggota KTH Ujungbulu, pihak AFoCO juga memberikan bantuan modal berupa pembelian oven, kemasan produk, dan alat-alat cetakan.

KTH Ujungbulu yang diketuai Muhammad Rusli ini pandai memanfaatkan peluang dengan baik. Semua kesempatan yang diberikan oleh pihak AFoCO diterima dan dijalankan dengan sungguh-sungguh. Tujuan yang ingin dicapai adalah kesejahteraan anggota dan juga kelestarian lingkungan.

Oleh petani pembuat gula aren,  keterampilan yang diterima dari berbagai pelatihan diaplikasikan langsung saat membuat gula aren sehari-hari. Demikian juga dengan bantuan modal, langsung dimanfaatkan. Pembuatan gula aren beragam bentuk dan kemasan yang eye-catchy memberikan nilai tambah pada produk baru KTH Ujungbulu, sehingga harga jualnya pun melonjak tajam. 

Gula aren bentuk kubus (Sumber: dokpri)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline