Saya pernah membaca komentar pada beberapa artikel di Kompasiana, orang membahas tentang kriteria artikel HL (Head Line) atau AU (Artikel Utama). Ada yang bingung merasa sudah membuat tulisan yang bagus, tapi jarang dilabel AU. Ada juga yang merasa beberapa tulisan AU sebenarnya tidak layak AU, lalu mempertanyakan kapasitas admin dalam memberikan penilaian.
Saya juga pernah nimbrung dalam obrolan seperti itu. Saya bilang bahwa kewenangan admin Kompasiana itu seperti juri sebuah lomba menulis. Keputusannya bersifat mengikat dan tidak dapat diganggu gugat. Penilaian sebuah artikel juga tergantung 'selera' walaupun selera ini tentunya tidak lepas dari rambu-rambu yang telah digariskan oleh pemilik kewenangan di redaksi Kompasiana.
Pendapat saya tersebut malah kena semprot seorang kompasianers, dengan berapi-api dia balas: Mbak sudah pernah ikut lomba menulis belum? Bla-bla-bla ... masih banyak lagi kata-katanya yang terlalu keras buat saya yang lemah lembut ini, hehehe. Jadi saya akhirnya berhenti komen, walaupun rasanya pengen jawab sambil menyertakan bukti keikutsertaan saya pada segambreng lomba nulis. Tapi buat apa juga? Orang emosi diladeni jadinya malah nggak karu-karuan.
Beberapa artikel di Kompasiana juga sudah banyak membahas a.k.a menebak-nebak kriteria AU versi admin. Misalnya artikel AU itu biasanya artikel yang membahas sesuatu yang sedang viral, artikel AU ditulis secara komprehensif-runut-mengalir, artikel AU membahas hal yang penting dan bermanfaat, artikel AU tentang sesuatu yang unik, dan lain sebagainya.
Sekarang saya ada satu lagi tebakan -- yang sepertinya juga benar, yaitu bahwa artikel yang memiliki peluang besar untuk jadi AU adalah artikel organik. Tentu saja artikel organik yang ditulis dengan baik dan enak dibaca.
Apa sih artikel organik itu? Artikel organik adalah artikel yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulisnya, sehingga artikel itu menjadi sesuatu yang unik yang tidak akan disamai oleh penulis lainnya. Artikel organik bisa berupa curhatan, opini pribadi, sharing pengalaman, dan lain-lain.
Sepertinya artikel organik ini tulisan receh, ya? Tapi tidak akan menjadi receh, jika Anda tidak sekadar curhat, melainkan ada nilai moral yang Anda sertakan di situ. Tidak akan menjadi receh, jika pengalaman Anda dikaitkan dengan kejadian yang sedang viral, misalnya, atau ditambah dengan hikmah nilai-nilai kehidupan.
Lalu artikel non organik itu apa? Sebaliknya dengan artikel non organik, biasanya membahas sesuatu yang sudah banyak dibahas orang. Artikel non organik biasanya banyak mengutip artikel lain. Bukan berarti artikel yang mengutip artikel lain itu buruk atau tidak bisa menjadi AU. Tetap bisa jadi AU, tergantung berapa persen alinea yang dikutip/kopas dari artikel lain.
Saya percaya admin Kompasiana melakukan plagiarism check juga pada tulisan-tulisan di Kompasiana. Plagiarism check biasanya dilakukan pada artikel ilmiah, untuk mengetahui berapa persen kalimat yang hanya sekadar kopas tulisan lain. Biasanya untuk artikel ilmiah ada batas yang diperbolehkan misalnya hanya 20% boleh sama dengan tulisan lain (kopas). Entah berapa batasnya di Kompasiana.
Sebetulnya menyikapi ini mudah saja. Anda sebaiknya jangan langsung kopas kalimat-kalimat dalam artikel lain tersebut. Anda bisa melakukan parafrase, atau mengubah kalimat-kalimat dalam artikel acuan tersebut - menjadi kalimat Anda sendiri tanpa mengubah maknanya.
Salah satu contoh artikel non organik adalah artikel endorse. Biasanya sebuah produk diluncurkan kemudian butuh promosi dan menggunakan jasa puluhan blogger untuk mempromosikan produknya. Nah, biasanya sudah ada bahan/materi yang harus dimasukkan dalam artikel. Akibatnya dari puluhan blogger yang menulis -- walaupun memiliki gaya yang berbeda-beda, tetap saja ada bagian yang sama. Tulisan itu menjadi tulisan non organik alias tulisan yang tidak asli berasal dari kepala si penulis atau dari pengalaman si penulis sendiri.