Pernikahan mereka sudah berjalan lebih dari dua puluh tahun. Usia keduanya juga sudah sampai pada usia yang pas lucu-lucunya. Ambar tahun depan 50 tahun, Bara 54. Tapi Ambar paham bahwa ia tak bisa tenang-tenang saja menjalani pernikahan ini. Ia harus terus berusaha memupuk rasa cinta. Walaupun Bara orangnya cuek dan seperti tak peduli, Ambar tahu, harus ada yang setia merawat pernikahan ini.
Bukan sekali dua kali Ambar membaca tentang pasutri yang sudah menikah bertahun-tahun, lalu cerai begitu saja. Walaupun buah hati mereka sudah mencapai usia remaja. Bahkan justru usia remaja itulah yang membuat pasutri tersebut mantap bercerai.
"Anak-anak sudah dapat memahami apa yang terjadi."
Bahkan tak jarang, anaklah yang menguatkan ibunya atau ayahnya untuk bercerai.
"Kalau mama tidak bahagia bersama papa, untuk apa menahan perasaan?"
Ambar tidak ingin bercerai. Ia ingin sampai mati menjadi istri Bara. Tidak ada masalah dalam pernikahan mereka. Tapi justru karena tidak ada masalah, Ambar merasa harus siap-siap menghadapi masalah yang bisa saja muncul tiba-tiba.
Bara tak perlu dikhawatirkan. Ambar tahu preferensi suaminya dan bagaimana menaklukkan hati suaminya. Suaminya lurus seperti jalan tol. Walaupun ada pria-pria yang seolah-olah lurus, namun pada akhirnya ketahuan belangnya, Ambar merasa hal itu tidak akan terjadi pada Bara.
Bara tak perlu dikhawatirkan. Yang perlu dikhawatirkan adalah dirinya sendiri.
Pagi ini baru Ambar menyadari betapa bahayanya jika tak menundukkan pandangan. Pagi masih hangat ketika Ambar menyibak tirai dan melihat Rasya, tetangganya, berangkat menuju kantor. Bukan pertama kali Ambar melihat Rasya. Mereka sudah bertetangga selama empat tahun. Mereka berkawan baik sebagai tetangga. Ambar pun dekat dengan Titi, istri Rasya.
Sudah sejak dari awal kenal, Ambar tahu kalau Rasya memiliki wajah yang tampan. Lebih tampan dari Bara. Tapi hal itu tidak mengubah apapun. Ambar sangat mencintai Bara dan ia tak pernah merasa perlu untuk mengamati suami orang.