Lihat ke Halaman Asli

Indah Novita Dewi

TERVERIFIKASI

Hobi menulis dan membaca.

Bagaimana Memaknai Work, Life, Ibadah Balance

Diperbarui: 23 Maret 2024   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Memaknai Work, Life, Ibadah Balance (Sumber: dokumen pribadi)

Tingkatan tertinggi seorang muslim adalah ketika ia sudah mengimani bahwa hidup itu sesungguhnya adalah menunggu waktu-waktu salat. Di dalam masa menunggu itulah, kita mengisinya dengan bekerja, sekolah, bersosialisasi sesama makhluk Allah. Tentunya agar hidup kita berkah, semua perilaku kita di antara waktu-waktu salat tersebut kita usahakan adalah perilaku yang baik-baik saja. Karena perilaku tersebut akan menambah timbangan amal ibadah kita di hari akhir kelak.

Itulah mengapa ada yang bilang bahwa dalam bekerja dan berkehidupan sosial ada nilai ibadahnya. Semua perbuatan kita jika diniatkan ibadah akan menjadi ibadah yang bernilai. Misalnya pergi bekerja dengan tujuan ibadah membantu perekonomian keluarga secara halal. 

Dengan selalu mengingat tujuan bekerja, seseorang tak akan bekerja dengan effort minimal. Tidak akan tenggelam dalam arena gibah antar rekan kantor. Tidak akan berlama-lama melakukan aktivitas lain pada saat jam kerja.

Ia akan takut hasil jerih payahnya atau gajinya nanti tidak berkah. Maka ia akan bekerja dengan baik sesuai tujuan ia bekerja. Insan yang demikian akan produktif berkontribusi dalam pencapaian kinerja kantornya.

Demikian juga dalam bersosialisasi, misalnya membina hubungan baik dengan tetangga selalu disertai dengan niatan ibadah. Selalu tersenyum dan menyapa tiap berpapasan, saling memberikan antaran, tapi tidak pergi ke rumah tetangga dan mengobrol berlama-lama. Ngobrol lama pasti akan menyeret kita dalam gelimang gibah. 

Bagaimana dengan arisan, misalnya, karena saya juga masih ikut arisan lorong. Ya ikut saja secukupnya. Datang, makan, lot arisan, lalu pulang. Kalau ada obrolan mengandung gibah, jika mendengar yang mendengarkan saja tidak usah ikut nimbrung, tapi jika berani minta izin pulang cepat, itu lebih baik lagi.

Bagaimana dengan keikutsertaan di berbagai organisasi dan komunitas? Boleh-boleh saja, tapi kembali tanyakan pada nurani, apa tujuan kita bergabung dengan organisasi atau komunitas tersebut.

Saya misalnya bergabung dengan komunitas penulis dengan tujuan agar bisa menulis dengan baik, lalu kemudian tulisan saya dapat bermanfaat untuk orang lain. Ini tentu mempunyai nilai ibadah, yaitu syiar nilai-nilai yang baik.

Bergabung dengan klub senam misalnya, dengan tujuan mendapatkan badan yang sehat agar dapat menemani anak-anak secara maksimal di rumah. Dengan mengingat tujuan ikut klub senam ini, maka Anda akan fokus saat senam. Tidak akan ikut jalan-jalan kulineran usai senam, karena Anda tahu hal itu bertentangan dengan tujuan Anda.

Kita, manusia, diciptakan dengan tujuan utama untuk menyembah Allah. Telah ditetapkan 5 waktu untuk menyembahNya secara riil. Waktu-waktu yang lain dapat digunakan secara seimbang namun tetap harus mendukung dan tidak melupakan tujuan utama mengapa kita diciptakan.

Salah juga jika kita kemudian memutuskan untuk terus-menerus beribadah. Di kantor, ibadah terus tak jemu-jemu. Salat dhuha berlama-lama lalu ngaji. Ingat salat dhuha dan ngaji itu ibadah sunnah, jangan sampai mengalahkan ibadah wajib yaitu bekerja sesuai kontrak yang sudah Anda teken ketika Anda masuk kantor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline