Lihat ke Halaman Asli

Indah Novita Dewi

TERVERIFIKASI

Hobi menulis dan membaca.

The Psychology of Money, Buku yang Akan Membuat Anda Memaklumi Keputusan-Keputusan Irasional Tentang Uang

Diperbarui: 14 September 2023   19:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 The Psychology of Money (Sumber: Gramedia.com)

Akhir-akhir ini saya sedang berjuang menyelesaikan sebuah buku berjudul 'The Psychology of Money' karya Morgan Housel. Saya merasa saya harus mempelajari tentang psikologi uang dan menemukan rahasia di balik menguapnya uang dari dompet saya, pada saat saya merasa seharusnya masih agak banyak. Hehehe, alasan yang konyol, ya? Tapi ayolah, banyak bukan, orang yang sering bilang hal-hal seperti: uang gajian hanya mampir di dompet; uang sudah habis sementara gajian masih lama; dan lain sebagainya?

Alasan lain membaca buku ini karena saya merasa harus membaca sesuatu yang berbobot dan mengisi otak saya dengan pemikiran-pemikiran cerdas orang lain. Orang lain dalam hal ini adalah Morgan Housel, pengarang buku ini. Morgan Housel sendiri adalah partner di 'The Collaborative Fund' dan mantan kolumnis di 'The Motley Fool' dan 'The Wall Street Journal'. Dia dua kali memenangkan Best in Business Award dari Society of American Business Editor and Writers, pemenang 'New York Times' Sidney Award, dan dua kali menjadi finalis untuk Gerald Loeb Award.

Uang -- mungkin adalah barang lama. Raja Alyattis dari Lydia (sekarang bagian dari Turki) dianggap sebagai pencipta uang resmi pertama pada 600 SM. Namun dasar modern keputusan mengenai uang (menabung dan investasi) didasari konsep-konsep yang praktis, masih sangat baru (halaman 11).

Kita semua masing-masing memiliki keputusan-keputusan yang berbeda tentang uang dan finansial. Kita mungkin menganggap sangat irasional orang-orang dari kalangan berpendapatan rendah, yang membeli lotre setiap bulannya hingga 400 ribu, namun tidak sanggup menabung 400 ribu perbulan. Kita mungkin akan berkomentar, kalau saja dia tabung uangnya, dia akan memperoleh uang 4,8 juta dalam satu tahun. Tapi membeli lotre dalam 12 bulan dan tidak mendapatkan apa-apa adalah hal yang mengerikan.

Keputusan-keputusan yang berbeda ini didasari oleh pengalaman-pengalaman hidup yang berbeda. Mereka yang menghabiskan uangnya sebesar 4,8 juta per tahun untuk membeli lotre, memiliki pembelaan tersendiri. Mereka hidup dari gajian yang minim dan tidak sanggup membeli apa-apa. Mereka harus bekerja dengan sangat keras untuk biaya operasional rumah, berutang jika memerlukan dana besar untuk kesehatan atau pendidikan anak, dan hanya bermimpi untuk dapat mengeluarkan uang guna liburan akhir tahun. Tiket lotre membantu mereka untuk membeli mimpi yang sudah dimiliki oleh orang-orang berpendapatan menengah ke atas.

Seorang teman bekerja keras bagai kuda bahkan di saat tingkat kekayaannya sudah di atas rata-rata. Ia terus melihat peluang bagaimana memperoleh tambahan uang dan berusaha mengambil peluang tersebut. Ketika kaum mendang-mending bertanya sesungguhnya apa yang ia cari? Maka ia menjelaskan bahwa di masa lalunya ia sangat miskin sehingga sekarang ia berusaha untuk tidak kembali jatuh pada kondisinya di masa lalu.

Selalu ada penjelasan di balik orang yang pelit dan selalu menawar barang yang dibelinya hingga rupiah terakhir. Dan ada penjelasan pula dari orang yang tidak peduli untuk menawar, bahkan membayar lebih untuk barang bernilai rendah.

Saya belum mendapat penjelasan mengapa uang di dompet saya mudah sekali menguap, tapi saya akan membaca buku ini dengan pelan-pelan dan membagi hal-hal penting di dalamnya untuk Anda. To be continued...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline