"Maaaaak!"
Suara anakku terdengar menggelegar setelah sedetik sebelumnya terdengar suara pintu ruang tamu dibuka secara sembrono.
Dua suara yang cukup membuatku yang sedang potong-potong sayur di dapur menjadi emosi.
"Maaaaak!"
Eh, dia teriak lagi. Gusar aku menuju ruang tamu dengan pisau masih di tangan kanan.
"Kenapaki itu, Aco? Berteriak-berteriak macam sopir petek-petek. Jangko juga buka pintu sembarangang. Rusak itu pintu selalu kau buka paksa."
"Maaaaak!"
Aco masih berteriak. Raut mukanya yang seganteng arjuna, terlipat seperti pakaian habis dikeringkan di mesin cuci.
"Kenapako menangis? Ada yang pukulko di sekolah?"
"Maaaaak, saya ... saya ... huhuhu..."