Lihat ke Halaman Asli

Indah Novita Dewi

TERVERIFIKASI

Hobi menulis dan membaca.

Peraturan Desa untuk Kemandirian Masyarakat

Diperbarui: 9 April 2021   18:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bu Nur Hayati sedang mempresentasikan temuannya (Sumber: Screenshot zoom/dokpri)

Pada tanggal 7 April 2021, saya mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh P3SEKPI -- Bogor (Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim) melalui aplikasi zoom. Kegiatan tersebut bertajuk "Kegiatan Pelibatan Publik (Engagement Activity) Penguatan Perhutanan Sosial: Menghubungkan Hasil Riset dengan Kebijakan, Petani dan Pasar" dan diselenggarakan baik secara offline maupun online. Secara offline kegiatan dilaksanakan di Lampung, yang merupakan salah satu lokasi penelitian dari P3SEKPI.

Kegiatan ini merupakan ujung dari rangkaian kegiatan penelitian Enhancing Community Based Commercial Forestry (CBCF) in Indonesia (2016-2021). Penelitian tersebut merupakan kegiatan kerja sama Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR). Pada kegiatan ini, dipresentasikan semua temuan/hasil-hasil penelitian yang diperoleh sepanjang lima tahun kerja sama penelitian.

Lokasi penelitian adalah lokasi kegiatan Perhutanan Sosial (PS) yang tersebar di seluruh Indonesia, terutama skema HTR (Hutan Tanaman Rakyat) dan Hutan Rakyat. Salah satu lokasi kegiatan penelitian dengan lokus hutan rakyat adalah di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Pada lokasi ini, operasional kegiatan penelitian dilakukan oleh Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar (BP2LHK Makassar) yang adalah kantor saya.

Pada acara yang saya ikuti melalui zoom tersebut hadir pula salah satu peneliti dari kantor saya secara offline sebagai narasumber, yaitu ibu Nur Hayati. Beliau hadir membawakan salah satu hasil penelitian dari Kabupaten Bulukumba, yaitu mengenai inisiasi Perdes (Peraturan Desa).

Jadi pada intinya, secara garis besar, kegiatan penelitian kerja sama ini berfokus pada bagaimana memperkuat petani perhutanan sosial untuk dapat menghasilkan kayu yang layak jual secara komersial. Hal ini didasari pada fakta kondisi masyarakat petani hutan yang sering menanam kayu di areal hutan rakyat atau kebunnya tanpa pertimbangan yang matang. Seringnya petani menanam tanaman setelah melihat ada orang lain yang berhasil, tanpa melihat apakah lahannya cocok, apakah ia memiliki keterampilan untuk mengusahakan tanaman tersebut, dan apakah ia sudah memiliki rencana masa depan hendak kemana hasil kayu kelak akan dijual.

Akibat menanam tanaman kayu dengan modus ikut-ikutan temannya ini, bisa jadi hasil yang diperoleh tidak sesuai ekspektasinya. Tanaman kayu tumbuh kurus dan bengkok karena tidak dipelihara dengan tepat. Ataupun setelah dijual, harganya murah dan petani mengalami kerugian. Hal-hal seperti ini yang ingin diantisipasi oleh penelitian Enhancing Community Based Commercial Forestry (CBCF) in Indonesia.

Fokus dari penelitian sendiri ada beberapa yaitu:

1. Dimensi Sosial-Ekonomi Petani Kayu

2. Pelatihan Master TreeGrower (MTG)

3. Regulasi dan Revitalisasi Industri Kayu Rakyat

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline