Lihat ke Halaman Asli

Indah Noing

Maminya Davinci

[Fikber2] Kehadiran Savitri, Ibuku

Diperbarui: 30 November 2015   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Savitri, Ibuku yang wujudnya mengerikan, namun menyimpan kepedihan & dendam (Dokpri)"][/caption]

oleh Indah Noing, No.12

Bau anyir darah, suara cegukan burung hantu, hembusan angin yang semilir ribut, suara daun-daun kering yang bertegur sapa,  bayangan bocah-bocah botak berlari, cekikikan para wanita yang melayang tak berpijak seolah-olah hilang tergantikan oleh harum wangi bunga kamboja, melati, mawar, kenanga, dan entah bau bunga apa lagih yang jelas bau bunga deh. Harum.. Wangiii…. Kehadiran wanita itu tiba-tiba membuat area pekuburan ini sunyi sepi.

Wanita yang kini berada di hadapanku mengakui bahwa ia adalah ibuku. Namanya Savitri. Sebenarnya wajahnya memang cantik mirip wajahku, namun warnanya yang pucat, matanya yang seolah tak pernah tidur dan noda darah di wajahnya membuat siapapun yang melihatnya pasti akan memalingkan muka, mengerikan.
Tak kusangka aku berjumpa dengan ibu dalam kondisi seperti itu. Pun demikian dengan kondisiku kini yang juga memilukan, bila saja bukan karena bantuan Mak Raisah dan Saiful anaknya, mungkin saja aku sudah mati. 
Ibu terlihat sedih melihat kondisiku kini, dari dunianya ia tak  mampu melindungiku, hingga kini pun aku tak tahu kesalahan apa yang telah kuperbuat, atau mungkin memang aku sudah gila, sejak ditinggal ayah rasa didera peristiwa-peristiwa aneh mencekamku menghantuiku.
“Mbok Minah yang selama ini merawatmu ingin melampiaskan dendamnya pada ayah dan ibu melaluimu nduk” katanya dengan nada datar.
“Hanya dirimu yang bisa mengakhiri kejahatan Mbok Minah nduk. Dialah penyebab kematian ibu sesaat setelah melahirkanmu, dia meminta ibu meminum ramuan jamu supaya ibu cepat pulih, namun ternyata itu adalah ramuan beracun dari Mbah Suro, si dukun sakti. ”
“Dia pulalah yang telah membuat ayahmu tewas mengenaskan oleh ilmu hitam Mbah Suro ajian lintah beracun kocar kacir “
Mendengar cerita ibu, aku jadi ingat peristiwa aku melihat ribuan lintah menyerang ayah hingga tewas dan di kejauhan Mbok Minah tersenyum sambil memegang lintah yang besar.
“Apa yang harus kulakukan ibu? Aku hanya Sukma gadis yang lemah. Tak bisa kepercaya bila Mbok Minalah pelaku kejahatan pada keluarga kita. Dia sudah menyanyangiku seperti anaknya sendiri. Aku bingung bu.” Tangisku pecah tak terbendung. Pekuburan yang sunyi seperti menggemakan suara tangisku.

Entah dari mana datangnya tiba-tiba muncullah sekelebat rambut yang sangat panjang lalu membungkusku seolah-olah memelukku erat dan menyelimutiku, memberiku kehangatan dari dinginnya malam, memberiku damai akan rasa  takutku.  Tiba-tiba di tanganku pun sudah tergenggam tusuk konde ibuku juga.
“ Itu rambut dan tusuk konde ibu nduk,” kata Ibu
“ Sesaat setelah ibu tewas, Sebelum Mbok Minah membuang ibu ke jurang, dia memotong rambut Ibu dan mengambil tusuk konde Ibu  juga. Lalu dia menyembunyikan rambut dan konde ibu di atap rumahnya. Untunglah ayahmu menemukannya saat ia membenarkan genteng rumahnya yang bocor.” Lanjut ibu bercerita.
                                                 ****

Malam itu kulihat Mbok Minah duduk termenung di teras depan rumahnya. Ia memandang bulan yang hampir bulat sempurna berwarna merah jambu. Besok malam pastilah bulan purnama yang sempurna bulatnya.
“ Kemana ya si Sukma?” gumam Mbok Minah.
“Padahal besok malam aku harus menyerahkan Sukma ke Mbah Suro untuk sajen persembahan. Kalau sampai tak muncul maka bahaya, akulah yang bakal menggantikan Sukma” gumamnya lagi.
“Atau jangan-jangan Sukma sudah mati ?  Kenapa sejak Danang mati peristiwa-peristiwa aneh dan gila terjadi pada Sukma? ? Siapakah di desa ini yang menginginkan kematian gadis lugu itu? Sadikinkah? Tapi Kepala Desa itu juga sudah mati dengan cara yang mengenaskan. Dokter Zaldi? Dia juga sudah tewas mengenaskan pula.” Mbok Minah bingung
“Huh, siapapun itu, tak kan kubiarkan ia merebut nyawa Sukma terlebih dahulu,” geram Mbok Minah. Matanya merah menyala seolah-olah ingin memakan orang hidup-hidup.

Aku terkaget-kaget mendengar gumaman Mbok Minah, bila saja ibu tak langsung membekap mulutku mungkin pekik teriakku sudah terdengar oleh Mbok Minah. Tak kusangka Mbok Minah menyimpan rencana jahat padaku. Lihat saja pembalasanku Mbok. Ibu menatapku dalam diam, namun aku mengerti kata-kata batin yang ibu sampaikan tanpa suara.

“Mboooook !!! Toooloooong !!! Tolong akuuuu..”
“Sukma ! Di mana engkau nduk? “ Mbok Minah langsung berlari demi mendengar suaraku dari dalam rumahnya.
Mata Mbok Minah terbelalak lebar melihat sesuatu yang panjang hitam legam tergerai dan sebagiannya telah membungkusku, menyelimutiku hingga aku tak bisa bergerak sedikitpun.
Mbok Minah langsung berlari ke arah dapur, diambilnya pisau dan gunting.
“Lepaskan Sukmaku hei rambut celaka ! Entah dari mana datangmu, pergilah !”  Mbok Minah mencoba menakut-nakuti dengan menggerakkan gunting menimbulkan suara gunting yang sedang memotong sesuatu.
“Kau tak berhak atas Sukmaku, akulah yang merawatnya, Sukma sudah jadi milikku, pergi kau ! “ teriak Mbok Minah. Ia berusaha menangkap ujung rambut yang menyelimutiku dan siap memotong rambut ini.  Aku pura-pura memasang wajah yang ngeri-ngeri sedap melihat pisau dan gunting di tangan Mbok Minah. 
Tiba-tiba kaki Mbok Minah ditangkap oleh ujung rambut hingga ia jatuh terjerembab ke pembaringan. Ah untunglah bukan jatuh ke lantai, bisa hancur wajahmu Mbok bila hal itu terjadi.
Mbok Minah memang licik, ia berhasil menggunting rambut yang melilitnya, namun aneh rambut yang tergunting dari rambut yang membungkusku ini malah makin mengencangkan lilitannya di kaki Mbok Minah.
“ Lepaskan aku hei rambut tak bertuan !” teriak Mbok Minah.
“ Lepaskan Sukma juga ! Aku tak punya dendam padamu, apa salahku padamu? Dasar kau rambut yang aneh !” Mbok Minah terus berteriak kesakitan.
Tiba-tiba  muncul tusuk konde ibuku, melayang-layang di hadapan wajah Mbok Minah. Seketika wajah Mbok Minah kaget pucat pasi melihatnya.
“Kau.. Kau.. Kau.. tusuk konde Savitri.” Telunjuknya menunjuk ke arah konde ibuku.
“Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin?” Teriak mbok Minah sangat panik.
Tiba-tiba ujung rambut yang mengikatku membekap mulut Mbok Minah.
“Hhhppp… hhhhpppp…hhpp” Mbok Minah meronta-ronta sesak napasnya, lalu ia pingsan.

                                 ooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo

Kunjungi Kumpulan Fiksi Bersambung Lainnya || FB Fiksiana Community

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline