Pernah mendengar kalimat, "Garuda di Dadaku, Tapi Malaysia di Perutku " ? Sebagian besar dari anda pasti sudah bisa menebak dimana lokasi tersebut. Ya, Pulau Sebatik. Pulau kecil yang berada di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia.
Pulau sebatik termasuk dalam wilayah administrative kecamatan paling timur di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara. Kecamatan Sebatik terdiri dari empat desa yaitu Desa Tanjung Karang, Desa Pancang, Desa Sei Nyamuk, Desa Tanjung Aru dan Desa Setabu. Penduduk Kecamatan Sebatik mayoritasnya adalah Bugis, Tidung, Makassar dan Jawa.
Pulau Sebatik terbilang unik karena menggunakan dua mata uang yaitu Rupiah dan Ringgit Malaysia. Hal tersebut tidak mengherankan karena masyarakat disana berbelanja beberapa kebutuhan pokok rumah tangga di Tawau, Malaysia, daripada ke Nunukan, bukan karena tidak memiliki rasa nasionalisme yang cukup besar, namun karena terkendala jarak yang cukup jauh yang memakan waktu berjam-jam hanya untuk sampai ke Nunukan.
Pernah suatu ketika, saat saya membeli gorengan di depan salah satu hotel di Sebatik, Ida, Penjual Gorengan, berkata, "Mbak, kalau bisa pakai ringgit saja karena kalau pakai rupiah, saya repot mesti menukarkan lagi. Saya belanja bahannya di Tawau mbak'.Ternyata benar, dari Ibu Misna-lah saya mengetahui bahwa warga Pulau Sebatik tidak bisa lepas dari Malaysia. Hal ini karena mereka sangat bergantung ke negara tersebut dalam hal penyediaan bahan-bahan memasak dan makan.
Perjalanan dari Ibu Kota Kabupaten, Nunukan memakan waktu 2 jam. Waktu yang terbilang cukup lama hanya untuk menyeberang menggunakan perahu boat. Namun lamanya perjalanan tidak menyurutkan penduduk Sebatik untuk tetap tinggal disana mencari rezeki.
Di Pulau Sebatik tidak ada mobil sport ataupun mobil mewah seperti Porsche, Lamborghinidan lain sebagainya. Disini mobil masih terbilang jarang digunakan. Karena aksesibilitasnya masih cukup sulit dan beberapa tempat harus melintasi perairan.
Selain itu, hampir semua penduduk Pulau Sebatik menyukai makanan laut (seafood)seperti ikan, udang dan jenis makanan laut lainnya. Saat saya berkunjung ke salah satu rumah makan di Sebatik, Rumah Makan Sari Bulan. Betapa terkejutnya saya mengetahui rumah makan tersebut sangat laris manis dengan menu andalannya Ikan Bakar Arut Sambal Dabu-dabu.
Sang Pemilik, Ny. Nur Ayrin, mengatakan awalnya yang terkenal hanya ikan bakar saja, tetapi dari rekomendasi Sari Bulan, Ikan Bakar Arut pun mulai disukai pelanggan. Sehari-hari rumah makan ini bisa memasak hingga 50 kg Ikan Arut apabila Pulau Sebatik dalam kondisi ramai dan banyak wisatawan ataupun tamu pejabat.
Harga Ikan Arut segar pun bervariasi, kalau sedang susah, ikan ini harganya melonjak tinggi hingga mencapai Rp 55 ribu per kg-nya dari yang biasanya Rp 35 ribu.
Selain terkenal dengan mata uang yang berlaku disana dan kulinernya, Sebatik juga memiliki hutan mangrove (bakau) yang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Eksosistem hutan bakau di Pulau Sebatik menyebar tidak merata di seluruh pantai yang memiliki topografi dangkal dan terlindung. Beberapa jenis pohon bakau yang umum dijumpai di daerah Sebatik yaitu Bakau (Rhizophora spp), Tanjung (Bruguiera spp) dan Tanjung (Ceriops spp).
Namun Pulau Sebatik juga terkenal sebagai pulau yang unik namun sepi dan minus hiburan bagi warganya. Di Sebatik juga tidak terdapat sama sekali Alun-alun ataupun taman kotanya.