Mengenal Pendidikan inklusi Di Indonesia
Disusun: Indah Ayu Lestari (216910173)
Desri Utami (206910300)
Rusdiansyah (216910391)
Dede Ari Sopiandi (216910141)
Kelas: 4G
Dosen Pengampu: Siti Quratul Ain, M. Pd
Mata Kuliah: Pendidikan Inklusi
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap umat manusia tanpa terkecuali, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UU nomor 20 tahun 2003 pasal 5 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, yaitu pendidikan luar biasa atau pendidikan inklusi (Damayanti,2015).
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak secara signifikan mengetahui keluhan/penyimpangan (fisik, mental, intelektual sosial dan emosional), dalam proses tumbuh kembang dibandingkan dengan anak lain yang sesuai sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Saputra, 2016).
Dapat kita ketahui bahwa anak berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrihita, tuna Laras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat dan anak dengan gangguan kesehatan.
Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan pada fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi pada: fisik indra, misalnya kelainan pada indra pendengaran (tunarungu), kelainan pada indra penglihatan (tunanetra), kelainan pada fungsi organ bicara (tuna wicara), alat motorik tubuh, misalnya, kelainan otot dan tulang ( poliomyelitis), kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik (celebral palsu), kelainan anggota badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, misalnya lahir tampak tangan atau kaki, amputasi, dan lain-lain. Untuk kelainan pada alat motorik tubuh ini dengan dikenal dengan kelompok tuna daksa
Dapat kita ketahui anak kelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya sedangkan kelainan perilaku atau tunalaras sosial adalah mereka yang mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial, dan lain-lainnya.
Pendidikan inklusi adalah proses pembelajaran yang ditunjukkan untuk mengatasi permasalahan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus dalam sekolah umum (regular) , dengan menggunakan sumber daya yang ada untuk menciptakan kesempatan bagi persiapan mereka hidup di masyarakat.
Adapun sejarah pendidikan inklusi.
Sejarah pendidikan inklusi pendidikan khusus tumbuh dari satu kesadaran awal bahwa berapa anak membutuhkan sejenis pendidikan yang berbeda dari pendidikan tipikal atau biasa agar dapat mencapai potensi mereka. Akar dari kesadaran ini dapat ditelusuri di Eropa pada tahun 1700-an ketika para pionir tertentu mulai membuat upaya-upaya terpisah untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus. Satu upaya tersebut dengan mendirikan lembaga-lembaga residential yang didirikan di Amerika Serikat untuk mengajar penyandang cacat terbanyak di awal 1800-an. Hal ini membuat amerika serikat menjadi negara yang memimpin negara-negara lain dalam pengembangan pendidikan khusus di seluruh dunia .pengenalan yang lahan lahan terhadap pendidikan khusus sebagai sebuah profesi yang membutuhkan keahlian telah merangsang perkembangan bidang ini.
Sehingga organisasi-organisasi profesi dan kelompok-kelompok pendukung mulai didirikan dan menjadi kekuatan yang dahsyat di belakang banyaknya perubahan yang mengakar dan memberikan kekuatan munculnya layanan-layanan pendidikan khusus (Delphi, 2006).
Sejarah perkembangan inklusif di dunia pada mulanya diprakarsai dan diawali dari negara-negara secandinavia (Denmark, Norwegia Swedia). Di Amerika sekitar pada tahun 1960-an oleh presiden Kennedy mengirimkan pakar-pakar pendidikan luar biasa scandinavia untuk mempelajari main streaming dan least RRestrictive environment, yang ternyata cocok diterapkan di Amerika Serikat. Selanjutnya di Inggris dalam Ed. Act. 1991 mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif dengan ditandai adanya pergeseran model pendidikan untuk anak kebutuhan khusus dari segregatif ke intergratif. Tuntutan penyelenggaraan pendidikan inklusi di dunia semakin nyata terutama sejak diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan konferensi dunia tentang pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan deklarasi"education for all" implikasi dari statement ini mengikat bagi semua anggota koperasi agar semua anak tanpa terkecuali (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan layanan pendidikan secara memadai.. sebagaimana tindak lanjut deklarasi Bangkok, pada tahun 1994 diselenggarakan konferensi pendidikan di salamanca Spanyol yang mencetuskan perlunya pendidikan inklusif yang selanjutnya dikenal dengan"the salah manca statement on inklusif education" sejalan dengan kecenderungan tuntutan perkembangan dunia tentang pendidikan inklusif, Indonesia pada tahun 2004 menyelenggarakan konferensi nasional dengan menghasilkan deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju pendidikan inklusi. (Herawati,2016).
Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar pada tahun 2005 diadakan simposium internasional di Bukittinggi dengan menghasilkan rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusi sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan.
Adapun model sekolah inklusi yang dapat dilakukan di Indonesia adalah sebagai berikut (Ashaman, 1994 dalam emmawati, 2008).
1. Kelas reguler (inklusi penuh)
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama
2. Kelas reguler dengan cluster
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal di kelas reguler dalam kelompok khusus
3. Kelas reguler dengan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak normal di kelas reguler dengan kelompok khusus dan dalam waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke kelas lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
5. Kelas khusus penuh
Anak berkebutuhan khusus belajar di bawah kelas khusus pada sekolah reguler.
Dan adapun tantangan pendidikan inklusi, yaitu:
1. Perasaan akan kurangnya kompetensi guru
Dalam pelaksanaannya para guru dalam sekolah inklusi mengalami banyak kesulitan titik bermula dari kurangnya pelatihan. Kurangnya waktu untuk bekerja sama dengan para ahli, kesulitan dalam menghadapi perilaku ABK hingga kesulitan dalam mendesain dan mengaplikasikan instruksi yang sesuai (salend, 2011)
2. Keterbatasan sarana dan prasarana
Dalam penyelenggaraan sekolah institusi banyak membutuhkan sarana dan prasarana, karena sekolah tersebut harus mampu mengokomodasi semua kebutuhan anak berkebutuhan khusus contohnya untuk membimbing khusus, jalan khusus untuk anak tuna daksa alat bantu pendengaran untuk tunarungu buku braille untuk anak tunanetra dan sebagainya (yusraini, 2013)
3. Rendahnya kesadaran orang tua dan masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus
Selain orang tua masyarakat juga mempengaruhi kondisi anak berkebutuhan khusus lingkungan yang mampu menerima ketuhanan anaknya akan berusaha mencari jalan untuk mengurangi pengaruh keturunan tersebut dan mendorong anak dalam pembelajaran semaksimal mungkin
Cara menghadapi tantangan pendidikan di masa yang akan datang
1 meningkatkan kesadaran orang tua dan masyarakat
Meningkatkan kesadaran orang tua dan masyarakat diperlukan peran sekolah dan pejabat daerah terkait contohnya sekolah bekerja sama dengan tim penggerak pkk kelurahan tuman sosialisasikan anak berkebutuhan khusus dan sekolah inklusi
2. Meningkatkan sarana dan prasarana
Keterbatasan biaya yang dimiliki sekolah berdampak pada minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki, ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk memberikan bantuan berkaitan dengan fasilitas sekolah inklusi (konza , 2008) pihak sekolah bisa bekerja sama dengan pemerintah dan kepala sekolah bisa membuat proposal pengajuan dana kepada pemerintah yang terkait.
3. Mengembangkan model pendidikan bagi guru
Mengembangkan model merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi tantangan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi dengan cara memberikan materi untuk pelatihan khusus untuk anak berkebutuhan khusus.
Saat ini Indonesia memang belum memiliki data yang akurat dan spesifik tentang berapa banyak jumlah anak berkebutuhan khusus. Menurut artikel yang kami cari berdasarkan data dari badan pusat (BPS), jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK), di Indonesia mencapai 1,6 juta. Dari 1,6 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia hanya 18% yang sudah mendapatkan layanan pendidikan inklusif. Sekiranya 115 000 anak berkebutuhan khusus bersekolah di luar biasa (SLB). Sementara itu anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah regular melaksanakan sekolah eksklusif berjumlah sekitar 299 ribu.
Referensi
Abdullah, N. (2013). Mengenal anak berkebutuhan khusus. Magistra, 25(86), 1.
Darma, I. P., & Rusyidi, B. (2015). Pelaksanaan sekolah inklusi di Indonesia. Prosiding penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, 2(2).
Delphie, Bandi. (2006). Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama
Fauzan, H. N., Francisca, L., Asrini, V. I., Fitria, I., & Firdaus, A. A. (2021). Sejarah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Menuju Inklusi. PENSA, 3(3), 496-505.
Herawati, N. I., (2016). Pendidikan Inklusif. EduHumaniora| Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, vol.2,no.1.
David Wijaya, S. E. (2019). Manajemen Pendidikan Inklusif Sekolah Dasar. Prenada Media.
Malida, S. (2020). Pendidikan Inklusif Berbasis Kearifal Lokal Dalam Menghadapi Era Society 5.0: Kajian Literatur Dan Sitematika Review Di Indonesia. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 29(2), 131-143.
Pratiwi, J. C. (2016). Sekolah inklusi untuk anak berkebutuhan khusus: tanggapan terhadap tantangan kedepannya. Prosiding Ilmu Pendidikan, 1(2).
Pratiwi, T. M. S. Peran Guru Pendidikan Inklusi: Menghadapi Tantangan Dan Menjawabnya. Universitas Lambung Mangkurat.
Winarti, W. (2015, June). TANTANGAN PENDIDIKAN INKLUSI DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN. In Prosiding SNPF (Seminar Nasional Pendidikan Fisika).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H