Hak Milik Pribadi dalam Pandangan Islam
Artinya: dari Rafi bin Khadij RA berkata: Rasulullah bersabda; barang siapa menanam tanaman dilahan seorang kaum tanpa seizinnya, maka ia tidak berhak mendapatkan hasil tanamannya sedikitpun dan walaupun ia telah mengeluarkan modal (biaya) mengelolahnya. ( HR Abu Daud )
Hadits ini menjelaskan tentang hak milik seseorang. Dalam hadits ini dijelaskan bahwa seorang yang tidak izin atau tidak mendapat izin dari pemilik lahan untuk mengeloah lahan tersebut maka orang terebut tidak berhak mendapatkan hasil dari lahan tersebut meskipun dia mengeluarkan biaya untuk perawatannya. Namun, bagi pemilik lahan boleh menikmati hasil dari lahan tersebut meskipun tidak ikut merawat dan mengeluarkan biaya perawatannya.
Hal tersebut dapat dikategorikan dalam perilaku ghosob, karena ghosob adalah perbuatan menggunakan milik orang lain tanpa seizin dari pemilik. Hukum ghosob adalah haram, karena perbuatan itu bisa merusak milik orang lain.
Dari hadits itu sudah dijelaskan bahwa pelaku ghosob tidak berhak atas hasil lahan tersebut meskipun dia mengeluarkan modal. Akan tetapi ada kalanya hasil lahan tersebut menjadi milik pengelolah atau lahan tersebut menjadi hak milik dari pengelola.
Untuk itu akan kami jelaskan apa itu hak milik pribadi dan bagaimana hasil lahan itu akan menjadi milik pengelolah. Sebelum itu mari kita ketahui apa itu harta. Harta adalah segala seuatu apa pun yang dimiliki dan digunakan oleh seseorang, berupa uang, rumah, perabotan, mobil, tanah, kebun ternak, dan sebagainya.( Kadir: 2015, 132)
Pengertian hak milik
Istilah milik berasal dari bahasa Arab yaitu milk. Dalam Kamus Almunjid dikemukakan bahwa kata-kata yang bersamaan artinya dengan milk (yang berakar dari kata kerja malaka) adalah malkan, milkan, malakatan, mamlakatan, mamlikatan dan mamlukat.
Milik dalam lughah (arti bahasa) dapat diartikan "Memiliki sesuatu dan sanggup bertindak secara bebas terhadapnya" ( Hasbi Ash Shiddieqy, 1998: 8).
Menurut istilah, milik dapat didefinisikan, "sesuatu ikhtisan yang menghalangi yang lain", menurut syariat, yang membenarkan pemilik ikhtisan itu bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya, kecuali ada penghalang (Hasbi Ash Shiddieqy, 1998:8).
Kata menghalangi dalam definisi diatas maksudnya adalah sesuatu yang mencegah orang yang bukan pemilik sesustu barang untuk mempergunakan/memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pemiliknya.