Lihat ke Halaman Asli

Review Sub Bab Buku Agama Agenda Demokrasi dan Perubahan Sosial Karya Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.

Diperbarui: 9 November 2023   21:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Indah Anggraini Setyowati
NIM    : 222111105
Kelas  : HES 5I


IDENTITAS BUKU
Judul : Agama Agenda Demokrasi dan Perubahan Sosial
Penulis : Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.
Penerbit : Deepublish
Kota Terbit: Yogyakarta
Tahun Terbit : 2015


Sub Bab : Ramadhan Momentum Taubat Pemimpin Rakyat  (halaman 15 s/d 19)


Pada sub bab ini dijelaskan ramadhan sebagai bulan yang penuh berkah serta sebagai bulan yang penuh ampunan. Dan sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa hambanya yang mau bertaubat. Rasulullah Muhammad Saw. bersabda: Barangsiapa yang berpuasa berpuasa Ramadhan dengan iman dan semata mengharap ridha Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.


Dijelasakan pula pada sub bab ini bahwa telah dilakukan penelitian sekilas dalam konteks berbangsa terhadap persoalan publik yang secara hati nurani pelakunya sudah menyadari, namun hidayah itu belum sampai padanya, sehingga meskipun akal fikirannya berfungsi tetapi hanya untuk mencari jalan keluar dengan memperburuk suasana dan membuat rencana-rencana jahat yang lebih jitu. Itulah jika persekongkolan antara nafsu dan akal fikiran bersatu, hal demikian dapat kita buktikan di lapangan kehidupan sehari-hari. Contoh kasusnya yaitu dalam konteks politik peledakan bom, konspirasi pembunuhan tokoh yang terlibat dalam kasus tertentu serta intrik-intrik politik untuk kepentingan sesaat. Beberapa rentetan peristiwa yang terjadi sudah menelan banyak korban jiwa.


Manusia yang tidak mau bertaubat segera setelah dia melakukan perbuatan kejahatan baik yang berimplikasikan kepada dirinya sendiri maupun kepada masyarakat umum yang lain ini manusia sebenarnya telah jatuh pada nilali-nilai dimensi kebinatangan (asfala saafiliin) karena dia sudah kehilangan nilai-nilai kemanusiaan yang cenderung mencari kesejukan, keindahan, ketentraman, keadilan, kebersamaan, asah-asih-asuh, perasaan ingin menyantuni yang lemah, yang kurang mampu, membela yang teraniaya (mustadh'afin). Dalam persoalan politik juga perlu dilandasi nilai-nilai religiusitas, sehingga kebijakan-kebijakan publik selalu membawa implikasi kemaslahatan, kesejahteraan, keamanan, dan pemberdayaan untuk mencapai ridha-Nya.


Sifat politik cenderung kepada kekuasaan, maka niatan tulus dalam berpolitik ditunjukkan untuk memperbaiki keadaan sosial yang menyimpang dari nilai-nilai luhur kemanusiaan yang beradap. Sebab jika niatan berpolitik berhenti pada pencapaian kekuasaan an sich akan berbahaya bagi hakikat amanat kekuasaan-amanat penderitaan rakyat. Dimana kekuasaan dimanfaatkan untuk memperjuangkan yang benar agar tetap benar serta lestari, menegakkan yang didhalimi menjadi adil, meluruskan yang menyimpang menjadi lurus kembali. Dalam berpolitik juga harus ada proses taubat politik untuk menyadarkan pemimpin dalam perilaku politiknya selalu mencari solusi yang tepat bukan atas dasar nafsu berkuasa, tetapi mengedepankan nilai insaniah yang cenderung untuk mengakomodasikan potensi hati nurani serta akal pikiran untuk berkoklaborasi mewujudkan kesejaheraan rakyat.


Setiap orang yang telah terjerumus kepada perbuatan keji dan munkar, baik rakyat maupun pemimpin, baik pengusaha yang usaha investasinya menggusur pengusaha kecil harus melakukan taubat. Para penegak hukum juga sangat perlu bertaubat agar keputusan hukumnya dapat memenuhi rasa keadilan pencari keadilan dan sesuai dengan fakta di dalam sidang pengadilan, sehingga tetap terang antara yang benar dan yang jelek atau jahat dan hukum yang dihasilkan atas nama Tuhan memenuhi rasa keadilan. Seperti dalam peraturan perundang-undangan membuat aturan hukum yang menyejahterakan, menjaga moral, menjaga martabat bangsa, menjaga nilai-nilai persatuan, menjaga amanat penjagaan rakyat, jangan sakiti rakyat dengan aturan hukum yang hanya menguntungkan kelompok, partai maupun golongannya, sementara rakyat tidak ada perlindungan hukumnya, tetapi jadilah negarawan yang dapat mengayomi semua lapisan masyarakat.


Pemimpin hendaknya berlaku adil dapat mengayomi semua rakyat, memberikan pelayanan prima kepada rakyat, amanat yang ada di pundaknya adalah amanat rakyat dan guna mengawal kemakmuran serta kesejahteraan, melakukan amar ma'ruf dan mencegah kemungkaran dengan konkrit melalui wewenang dan kekuasaannya bukan sebaliknya menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya yang melanggar hukum. Oleh karena itu Rasulullah Muhammad Saw. bersabda: Setiap anak Adam (manusia) itu mempunyai kesalahan dan sebaik-baik kesalahan adalah bertaubat (Hadis Riwayat Tirmidzi dan Hakim). Pada akhirnya kita memohon ampunan atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat, baik sebagai individu, lembaga, maupun negara dan berupaya keras memperbaiki diri dan membuktikannya dengan tindakan yang nyata yang bermanfaat bagi sesama, sehingga kehidupannya dapat digunakan dengan lebih optimal untuk kemaslahatan fiddunya wal akhiroh.


Kesimpulan
Berdasarkan Sub Bab "Ramadhan Momentum Taubat Pemimpin Rakyat" yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa ramadhan sebagai bulan yang penuh ampunan. Rasulullah Muhammad Saw. bersabda: Barangsiapa yang berpuasa berpuasa Ramadhan dengan iman dan semata mengharap ridha Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu. Karena sifat politik yang cenderung kepada kekuasaan, maka niatan tulus dalam berpolitik ditunjukkan untuk memperbaiki keadaan sosial yang menyimpang dari nilai-nilai luhur kemanusiaan yang beradap. Setiap orang yang telah terjerumus kepada perbuatan keji dan munkar, baik rakyat maupun pemimpin, baik pengusaha yang usaha investasinya menggusur pengusaha kecil harus melakukan taubat. Para penegak hukum juga sangat perlu bertaubat agar keputusan hukumnya dapat memenuhi rasa keadilan pencari keadilan dan sesuai dengan fakta di dalam sidang pengadilan, sehingga tetap terang antara yang benar dan yang jelek atau jahat dan hukum yang dihasilkan atas nama Tuhan memenuhi rasa keadilan. Oleh karena itu, dalam persoalan politik juga perlu dilandasi nilai-nilai religiusitas, sehingga kebijakan-kebijakan publik selalu membawa implikasi kemaslahatan, kesejahteraan, keamanan, dan pemberdayaan untuk mencapai ridha-Nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline