Lihat ke Halaman Asli

Indah Dwi Rahayu

Semesta Membaca Tinta yang Tertoreh

Perjalanan dan Tantangan Baru Industri Nikel di Indonesia

Diperbarui: 24 Februari 2021   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: beritasatu.com

Inilah "lintasan lari" yang sedang dilintasi oleh Indonesia. Terlihat di ujung sana terdapat pita dengan tulisan garis finish yang menjadi destinasi terakhir Sang Garuda. Akankah perjalanan di lintasan lari ini berjalan mulus-mulus saja?

Solusi Ada di Hilirisasi

Keinginan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) agar Negeri Zamrud Khatulistiwa ini dapat mandiri dalam mengolah sumber daya alamnya bukan sekedar dongeng tidur. Larangan ekspor bijih nikel di awal tahun 2020 sudah berjalan bersamaan dengan solusinya, hilirisasi nikel. Hilirisasi berarti berkembangnya industri tambang untuk mengolah bahan mentah menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah.

Sebelum adanya larangan ekspor, Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian memaparkan data bahwa ekspor bijih nikel Indonesia mencapai US$1, 7 miliar dengan nilai pemasukan untuk negara sebesar 25 triliun. Di tahun 2018, ekspor bijih nikel sebesar 20 juta ton, sedangkan tahun 2019 mengalami kenaikan menjadi 30,1 juta ton.

Tidak lagi bergantung dengan kegiatan ekspor bahan mentah, dari program hilirisasi inilah dibangun pabrik pemurnian nikel atau dikenal dengan smelter. Adanya smelter sangat penting dikarenakan memiliki nilai tambah ekonomi 10 kali lipat dibandingkan menjual bijih nikel itu sendiri.

Pendorong Indonesia untuk Menjadi Raja Baterai Dunia

Persepsi anti terhadap modal asing seharusnya sudah hilang dari publik. Menangkap peluang terhadap modal asing sudah berlangsung lama di Indonesia.

Sebab, tidak sedikit pengeluaran yang dibutuhkan untuk membangun pabrik smelter nikel jika RI ingin mencapai garis finish; menjadi raja baterai dunia.

Dalam lintasan lari ini, pemerintah berupaya untuk menarik investor asing. Dan di tahun 2021, Bahlil Lahadalia selaku Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengklaim sudah ada beberapa perusahaan global yang ingin berinvestasi di Tanah Air, yakni Tesla Inc, Badische Anilin-und Soda-Fabrik(BASF), Contemporary Amperex Technology Co., Limited (CATL), dan LG Energy Solution Ltd.

Bukan hanya sebatas mineral nikel saja yang dapat membantu Indonesia untuk menjadi raja baterai dunia, peran Indonesia dalam menggaet investor asing pun termasuk di dalamnya. Peminat dari luar negeri yang ingin berinvestasi dalam negeri terbilang banyak, hal tersebut dikarenakan melimpahnya cadangan nikel sebagai komponen utama untuk kendaraan listrik, khususnya baterai.

Batu Kerikil yang Kini Dihadapi Indonesia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline