32 tahun. Usia yang terbilang muda, tapi tidak dengan pencapaian salah satu tokoh geologi Indonesia saat itu. Walau berusia muda, dirinya sukses berpredikat sebagai guru besar pertama di Indonesia pada keilmuan geologi. Dan sampai saat ini, Bapak Geologi Indonesia menjadi julukan Beliau.
Ya, laki-laki jenius ini bernama John Ario Katili. Setelah resmi meraih gelar sarjana geologi di tahun 1956, John kemudian mendalami geologi di Inssbruck, Austria. Sepulangnya dari Austria pada 1958, John menyelesaikan gelar doktor bidang geologi di Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam Universitas Indonesia (saat ini ITB) pada 1960. Setelah itu, John melanjutkan pendidikannya di University of Kentucky pada tahun 1963, dan 6 tahun setelahnya di University of Los Angeles.
Fokusnya untuk menggeluti teori tektonik lempeng Katili tuangkan menjadi makalah ilmiah yang disusun menjadi buku "Geotectonics of Indonesia: a Modern View". Buku ciptaan John Ario Katili yang terbit pada 1980.
Jika Nicolas Steno menjadi bapak geologi modern asal Denmark, kita pun boleh berbangga karena mempunyai John Ario Katili sebagai bapak geologi Indonesia.
Berkat penguasaan John dalam teori tektonik lempeng, dirinya pernah dua kali membuktikan teorinya, pertama mengenai Kota Palu yang tidak disarankan menjadi ibu kota provinsi Sulawesi Tengah, yang kedua prediksi Gunung Colo yang akan erupsi.
Selain itu, kepiawaiannya mengantarkan laki-laki kelahiran 9 Juni 1929 tersebut diangkat menjadi Dirjen Pertambangan Umum dari tahun 1973 sampai 1984. Dan dalam kurun waktu 1984 hingga 1989, John menjabat sebagai Dirjen Geologi & Sumber Daya Mineral.
Tidak hanya ilmu pasti dan ilmu alam, Bapak Geologi Indonesia ini juga memiliki kecintaan pada dunia sastra. John Ario Katili seolah-olah merupakan paduan geologi dan sastra. Dua hal itu mendarah daging dalam kegemarannya sedari kecil pada observasi dan metafora yang disediakan bumi.
Kecintaannya akan sastra dibuktikan dengan penerbitan 11 buku dan 250 karya ilmiah J.A Katil. Tujuannya satu, mengedukasi awam tentang kebumian. Karirnya terus bergerak, dia menjadi Duta Besar Indonesia untuk Federasi Rusia, Kazakhstan, Turkmenistan, dan Mongolia dari tahun 1999-2003.
Tekad John Ario Katili untuk mencapai mimpinya tidak main-main. Saat dirinya masih menjadi mahasiswa, Katili mulai terjun ke dunia penulisan, siapa sangka buku pertamanya yang terbit pada tahun 1953 berjudul "3000 Juta Tahun Sejarah Bumi" menjadi favorit anak-anak muda kala itu. Putra Gorontalo ini akhirnya berhasil meraih predikatnya sebagai guru besar. Bersama dosen ITB, Peter Marks, keduanya menulis buku pengantar ilmu geologi yang berjudul Geologi di tahun 1963. Kerja keras tidak mengkhianati hasil, John dipercaya Pemerintah Indonesia untuk membantu NASA dalam proyek satelit peneliti bumi (ERTS).
Tidak hanya kejadian Kota Palu dan Gunung Colo, lagi-lagi pernyataan John menjadi kenyataan. 30 tahun yang lalu, ia menjelaskan tentang kekayaan mineral bumi di Papua. Menurutnya, perlunya perhatian pada sumberdaya mineral non-migas agar Indonesia melepas diri dari ketergantungan pada ekspor migas.
Selain itu, sumberdaya mineral bumi Papua adalah yang terkaya di dunia. Akan tetapi, SDM tersebut jangan dieksploitasi terlebih dahulu sebelum adanya pengembangan SDM di Papua hal ini bertujuan agar terhindar dari kecemburuan dan konflik sosial. Terbukti sudah ya dengan hadirnya PT Freeport Indonesia sebagai perusahaan tambang terdepan di Dunia yang berlokasi di Papua.