Lihat ke Halaman Asli

indah tri winarni

https://indahtriwinarni.wordpress.com/

Memaknai Sumpah Pemuda bagi Kaum Milenial

Diperbarui: 4 November 2019   09:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tepat 91 tahun lalu para pemuda Indonesia mengucap ikrar sumpah pemuda. Dengan semangat untuk merdeka, mereka bersatu berikrar bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu bahasa Indonesia. Hingga setiap tanggal 28 Oktober ditetapkannya hari sumpah pemuda yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.

Sumpah pemuda lahir setelah melakukan kongres pemuda dua kali, pertama kongres pemuda I tanggal 30 April sampai 2 Mei 1926 di Batavia (Jakarta). Bertujuan mencari cara untuk memajukan persatuan dan kebangsaan serta menguatkan perkumpulan pemuda-pemuda Indonesia. Namun masih belum berhasil karena terdapat beda pandangan di antara anggota. Maka diadakannya kongres pemuda II tanggal 27 sampai 28 Oktober 1928 di Batavia. Hingga tercetusnya sumpah pemuda sebagai tonggak kesadaran bangsa untuk bersatu dalam upaya mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia kala itu.

Sekarang zaman telah berubah, pemuda Indonesia bersatu bukan untuk mengusir penjajah dengan mengerahkan kekuatan fisik, tapi lebih pada memerangi pemikiran yang hadir dari budaya barat atau budaya sendiri yang mampu memicu kehancuran bangsa.

Sudah rahasia umum jika teknologi telah melahirkan pemuda yang terperangkap dalam hedonisme dan pemikiran pragmatis. Kecanggihan teknologi mengubah mereka cenderung soliter, asyik dengan dunianya sendiri, dan masa bodoh dengan keadaan sekitar. Itu akan memicu mereka menjadi apatis terhadap lingkungan. Tak terlalu peduli jika lingkungan telah merubahnya menjadi pribadi yang buruk. Pemicu lain adalah dari budaya sendiri. Seperti rasa malas, berdasarkan riset WHO, Indonesia menduduki peringkat 53 negara terajin. Itu menandakan jika generasi milenial harus merdeka dari kemalasan. Dan masih banyak lagi. Sebagai generasi milenial penerus bangsa mulailah memaknai sumpah pemuda dengan memajukan bangsa Indonesia.

Memaknai sumpah pemuda

Selalu bersatu. Sumpah pemuda telah mengajarkan kita jika bersatu adalah kunci kemerdekaan bangsa. Dari pemuda Sabang sampai Marauke harus bersatu, hilangkan perbedaan yang memecah-belah, rasis, cara pandang, dan lain-lain. Jangan sampai kasus Papua terulang kembali. Hanya karena berita hoaks menimbulkan kerusuhan-kerusuhan yang memicu perpecahan. Sejatinya, dibalik perpecahan bangsa, ada pihak-pihak yang diuntungkan.

Jangan mendewakan teknologi. Dimaklumi jika sekarang zaman dengan penuh kemudahan. Teknologi adalah juru selamat manusia dalam menjalani kehidupan secara praktis. Namun setelahnya, manusia menjadi patuh tunduk terhadap teknologi. Apalagi munculnya duet teknologi dengan internet, menambah "kepatuhan yang hakiki". Maka muncullah generasi menunduk dan terisolisasi dari dunia luar. Bayangkan, sekarang apa-apa dapat dilakukan hanya dengan bantuan gawai. Mau makan, berbelanja, bahkan kerja sekalipun, jika tingkat kemalasan mulai bersarang, cukup berdiam di rumah, gunakan gawai dan masalah terselesaikan. Seorang siswa yang enggan bertemu dengan teman untuk mengerjakan tugas kelompok, cukup menggunakan leptop dengan koneksi internet lancar, tak perlu bertemu.

Itu beberapa hal yang menggambarkan betapa manusia menjadi tergantung akan teknologi. Akibatnya banyak yang kurang berkomunikasi dengan lingkungan. Lahirlah generasi antisosial. Bila begitu jadinya, Indonesia cukup sulit mewujudkan sumber daya manusia yang unggul. Harus ada sinkronisasi terhadap pemerintah sebagai pencipta SDM unggul dengan masyarakat sebagai objeknya.

Pemuda dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Memaknai sumpah pemuda sekarang yaitu dengan membiarkan rasa kepo itu ada, tentunya akan hal positif. Sebuah penelitian tahun 2014 menyebutkan jika rasa ingin tahu memicu perubahan kimia yang membuat orang mencari jawabannya dan dipelajari. Tidak perlu frustasi akan mencari jawabannya, teknologi siap membantu, itu salah satu manfaat teknologi.

Belajar dari Thomas Alva Edinson yang dikeluarkan dari sekolah karena sering bertanya, jika ia tidak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, maka kita masih hidup dalam kegelapan. Seandainya Newton tidak pernah bertanya mengapa apel bisa jatuh, maka kita tak pernah mengerti apa itu gravitasi. Seperti kata Einstein "Saya bukan memiliki bakat khusus. Hanya selalu menikmati rasa ingin tahu saja." Semakin tinggi rasa ingin tahu, maka akan semakin banyak hal yang kita ketahui, semakin banyak ilmu yang didapat.

Cinta tanah air. Para pemuda dulu tidak perlu diragukan lagi kecintaannya akan tanah air. Mereka rela berkorban jiwa dan raga demi Indonesia. Gugur di medan perang pun siap. Pemuda sekarang tidak perlu seekstrem itu, cukup dengan cara berpikir dan perbuatan yang menunjukkan kepedulian, kesetiaan, dan kebanggaan terhadap bangsa Indonesia. Mulai mengenalkan bangsa Indonesia dalam ranah internasional melalui budaya, bahasa, pariwisata, dengan cara kalian. Misalnya dengan ketenaran kalian di media sosial, lalu membuat video akan menakjubkannya alam Indonesia hingga tersebar ke luar negeri. Atau kenalkan Indonesia ketika kalian sedang studi di luar negeri. Terus berusaha untuk memajukan bangsa Indonesia di ranah dunia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline