Lihat ke Halaman Asli

D I T A

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: google.com "Hidupmu enak, ya. Ga kayak aku; susah." kata seorang teman lama.

Kalimat itu selalu diucapkannya di akhir sesi obrolan via telepon kami. Hatiku terenyuh tiap kali mendengarnya. Lebih terenyuh lagi mendengar kisah hidupnya. Tiga tahun lamanya kami tidak bertemu. Ternyata, tiga tahun telah banyak penderitaan yang dialaminya. Dan aku sebagai temannya tidak mampu berbuat apa-apa. Aku merasa tidak berguna. Yang dapat kulakukan adalah mendengarkan ceritanya, cerita yang hampir selalu sama, yang membedakannya hanyalah tanggal kejadiannya. Aku tak dapat menerimanya. Aku seperti mendengar kisah sinetron. Namun kali ini yang menjadi pemeran utama adalah temanku sendiri.

****

Sebut saja namanya Dita. Aku mengenalnya di kampus. Kami sekelas di kelas bahasa, kami juga bergabung di ukm kesenian fakultas sebagai penari, dan kami juga sering jadi panitia berbagai kegiatan di kampus. Lama-lama kami menjadi akrab. Bahkan kami juga sempat jualan bareng; untuk seneng-seneng aja, sih.

Dita termasuk salah satu gadis tercantik di angkatanku. Selain itu, ia pintar, ramah, baik hati, dan taat beribadah. Seingatku, dari dulu ia telah tegar menghadapi hidup sehingga membuatku semakin salut padanya. Ia berasal dari keluarga broken home; kedua orang tuanya bercerai sejak ia masih balita. Sejak kecil, nenek dan pamannya yang mengasuhnya. Keluarganya juga bukan keluarga berada, tetapi sepertinya ia juga tidak terlalu kekurangan karena kulihat ia masih mampu membeli bedak pixy, tas bagus, dan pernak-pernik cewek lain.

Sayangnya, pamannya over protective terhadapnya. Pergaulannya dibatasi. Ia tidak boleh bergaul dengan laki-laki. Tentunya, itu adalah hal yang mustahil karena kampus kami bukan kampus khusus putri. Setiap siang, ia akan memata-matai kegiatan Dita di kampus. Bahkan, ia sempat mendampratku hanya karena menurutnya aku akan membawa pengaruh buruk pada ponakannya. Lagi-lagi aku salut pada Dita, alih-alih mengeluh atau kabur dari rumah, ia tetap beraktivitas seperti biasa. Kalau aku yang berada di posisinya, mungkin aku akan memberontak dan kabur. Aku tak tahu persis apa yang membuatnya tetap bertahan.

******

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline