Lihat ke Halaman Asli

Inda Chakim

Blogger, Guru Inklusi, dan Founder RA Khawas serta Bimbel Duta Pintar

Bebaskan Lingkungan Sekolah dari Toxic

Diperbarui: 15 Desember 2024   12:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Belakangan ini, banyak yang membahas tentang seorang influencer yang juga berprofesi sebagai guru, berstatus pns dan sudah mendapatkan sertifikat pendidik memutuskan untuk mengundurkan diri. Padahal hal tersebut sangat diidamkan oleh banyak guru. Tak heran jika keputusan ini menjadi perbincangan hangat. 

Beredar kabar mengenai alasan guru tersebut mengundurkan diri yakni karena lingkungan sekolah yang toxic. Entah kabar ini benar atau tidak, belum ada yang tahu pasti. Sebab sampai saat ini belum ada konfirmasi langsung dari yang bersangkutan. Namun, jika alasan pengunduran diri ini benar adanya, maka tentu ini menjadi tamparan bagi dunia pendidikan.   

Ya, sudah bukan rahasia lagi bahwa lingkungan sekolah yang toxic itu memang ada bahkan sudah dari dulu. Jadi tak perlu ditutupi karena faktanya memang demikian. Miris, memang. Seharusnya dunia pendidikan bebas dari toxic, malah masih bersemayam.

Sebagai seseorang yang pernah berada di lingkungan sekolah yang toxic, aku memaklumi keputusan guru tersebut. Sebab tidak mudah bertahan di lingkungan sekolah yang toxic. Kalaupun ada yang masih bertahan, pasti ada hal yang menguatkan. Mungkin saja, sudah tak ada hal yang bisa membuat guru tersebut kuat bertahan di lingkungan sekolah yang toxic. Apapun yang melatarbelakangi keputusan beliau, semoga itu yang terbaik. aamiin

Lantas akankah dunia pendidikan negeri ini bisa lepas dari yang namanya toxic? Bisa, tapi memerlukan waktu yang lama. Karena menyangkut banyak orang yang memiliki karakter hingga pengalaman hidup yang berbeda. 

Hal ini bisa dimulai dari memberikan edukasi kepada mereka yang terkait dengan dunia pendidikan secara terus-menerus, berkelanjutan sampai mereka bisa mengerti, memahami, dan mempraktikkannya di kehidupan sehari-hari. Lama ya? Yup. Tidak ada cara menghapus lingkungan sekolah yang toxic secara instan. 

Meskipun demikian, kita tidak boleh psimis dan menganggap bahwa semua lingkungan sekolah pasti toxic (mengingat belum ada tindakan nyata untuk menghapus hal ini). Kita cukup meyakini bahwa masih ada sosok pemimpin yang mampu menghalau kejadian toxic di sekolah. Jika belum bisa menghapus bersih, minimal, kehadiran sosok pemimpin tersebut bisa meminimalkan terjadinya kejadian toxic di lingkungan sekolah.

Pemimpin sering diibaratkan seperti nahkoda yang membawa penumpang menuju tujuan dalam kondisi selamat tidak kurang suatu apapun. Pemimpin juga diibaratkan sebagai kepala bagi sebuah badan. Yang mana di bagian kepala terdapat organ penting, atau sebut saja otak, yang mengatur semuanya. Jika otak tidak berfungsi dengan baik, maka akan berdampak langsung pada organ tubuh lainnya. Pengibaratan ini menunjukkan betapa pentingnya sosok seorang pemimpin. Lalu pemimpin seperti apa yang bisa meminimalkan kejadian toxic di lingkungan sekolah?

Lingkungan sekolah yang toxic itu memberikan dampak negatif, tidak hanya berdampak pada korban selaku yang mengalaminya secara langsung, namun juga berdampak bagi orang-orang disekitarnya. Pasti, satu atau dua orang atau bahkan lebih, tidak nyaman berada di lingkungan yang toxic. Beberapa contoh perbuatan toxic di lingkungan sekolah seperti perundungan, melakukan tugas yang bukan job desknya, tindak korupsi, dan sebagainya. Nah, jika dilihat dari contoh tersebut, maka pemimpin yang pas untuk menaungi lingkungan sekolah adalah pemimpim yang memiliki kemampuan mengayomi. 

Pemimpin yang mengayomi adalah pemimpin yang memiliki kemampuan melindungi, melayani, mendampingi, dan memberikan arahan untuk menuju hidup yang lebih baik. Masih adakah pemimpin atau kepala sekolah yang mengayomi di negeri ini? Masih, koq. Mari kita berpikiran positif dan optimis bahwa masih banyak pemimpin atau kepala sekolah yang memiliki kemampuan mengayomi dan masih banyak juga lingkungan sekolah yang tidak toxic.

Akhir kata, semoga kejadian resign-nya guru pns yang sudah sertifikasi ini bisa menjadi suatu bahan renungan bagi kita semua untuk sama-sama berikhtiar menjadikan pendidikan di negeri ini menjadi lebih baik. Tugas mendidik anak-anak penerus bangsa tidak hanya berada di pundak para pendidik, melainkan tanggung jawab kita semua. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline