Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi yang memiliki daya ekspresi dan informasi yang benar. Karena bahasa mampu menjadi alat yang dapat mengutarakan pikiran, perasaan, dan ekspresi seseorang untuk berinteraksi di dalam lingkungannya. Dalam teori hakikat bahasa pada buku Linguistik Umum karya Abdul Chaer menuliskan bahwa bahasa itu manusiawi artinya bahasa ialah milik manusia. Bahasa hanya dimiliki manusia karena bahasa pada hewan tidak berkembang, sedangkan bahasa itu sifatnya berkembang.
Oleh karena itu manusia sangat membutuhkan bahasa untuk membangun interaksi satu sama lain. Sejak bayi kita sudah dikenalkan bahasa oleh orang tua atau keluarga kita, sehingga saat dewasa dapat menguasai bahasa itu dengan baik. Hal itu juga didukung oleh beberapa teori menurut para ahli mengenai perkembangan bahasa yaitu:
1. Teori Nativisme (Noam Chomsky) berpendapat bahwa kemampuan bahasa bersifat bawaan atau genetik.
2. Teori Behaviorisme (B.F.Skinner) berpendapat bahwa bahasa dipelajari melalui pengulangan dan penguatan.
3. Teori Interaksionisme (Lev Vygotsky) berpendapat bahwa pemerolehan bahasa terjadi melalui interaksi sosial.
4. Teori Kognitif (Jean Piaget) berpendapat bahwa pemerolehan bahasa berkaitan erat dengan perkembangan kognitif. Bahasa berkembang seiring dengan kemampuan berpikir anak.
Namun, perkembangan bahasa pada setiap anak berbeda. Ada yang cepat dan lambat. Pada perkembangan bahasa anak yang lambat (speech delay), kemampuan bicara anak masih dapat berkembang seperti anak pada umumnya hanya saja waktunya lebih lambat daripada anak pada umumnya.
Speech delay merupakan masalah serius dalam perkembangan pemerolehan bahasa pertama pada anak. Bahasa pertama (B1) atau bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali diperoleh oleh seorang individu dalam kehidupannya. Dardjowidjojo (Dardjowidjojo, 2003) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural waktu dia belajar bahasa ibunya. Jadi dapat disimpulkan pemerolehan bahasa pertama adalah proses yang terjadi pada anak yang belum pernah belajar bahasa apapun mulai belajar bahasa untuk pertama kalinya. Namun, saat ini fenomena speech delay pada anak mulai menjadi masalah yang serius, mengapa demikian?
Menurut data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), tahun 2023 prevalensi speech delay pada anak usia prasekolah di Indonesia mencapai 5-8%. Hal ini berarti, sekitar 5-8 dari 100 anak usia prasekolah di Indonesia mengalami keterlambatan bicara. Prevalensi ini menunjukkan bahwa speech delay merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian serius.
Faktor terjadinya speech delay pada anak biasanya dikarenakan anak terlalu sering diberikan tontonan dari gawai, televisi ataupun media elektronik lainnya sehingga tidak menstimulus anak untuk berbicara dan hanya membuat anak untuk mendengarkan saja daripada ikut untuk bicara. Menurut Yulianda (2019) Speech Delay pada anak usia dini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal yang meliputi genetika, kecacatan fisik, malfungsineuologis, prematur dan Jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal meliputi urutan anak, kecacatan fisik, pendidikan orang tua, status ekonomi, fungsi keluarga dan bilingual.
Untuk menangani anak dengan speech delay, langkah pertama adalah mengenali tanda-tanda dan penyebabnya. Hal ini dapat dilakukan dengan membaca jurnal terkait atau berkonsultasi dengan tenaga medis untuk mendapatkan penanganan atau terapi yang sesuai.