Lihat ke Halaman Asli

Hukuman Potong Tangan: Kajian Tafsir dan Relevansinya di Masa Kini

Diperbarui: 2 Juni 2024   11:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukuman Potong Tangan: Kajian Tafsir dan Relevansinya di Masa Kini

Pemahaman umum mengenai hukuman bagi pencurian yang bersumber dari Al-Quran adalah potong tangan. Namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai hukuman potong tangan ini. Hal ini terdapat dalam Q.S. Al-Maidah:38

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya:

"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Al-Maidah:38)

Ayat tersebut secara jelas menunjukkan bahwa siapa pun yang mencuri, baik laki-laki maupun perempuan, dikenai hukuman potong tangan. Dalam hukum Islam, pelaku pencurian dikenai sanksi potong tangan dengan syarat telah memenuhi batasan pencurian yang ditetapkan. Menurut Madzhab Syafi'iyah, batasan nilai barang curian yang dikenai hukuman potong tangan adalah 1/4 dinar, yang setara dengan Rp. 1.085.440. Sementara itu, Madzhab Hanafiah menetapkan batasan potong tangan bagi pencuri adalah 10 dirham, atau sekitar Rp. 3.618.133. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Mas'ud Al-Kisani dalam kitab Bada'i Shona'i, yang menyatakan bahwa 3 dirham harus setara dengan 1/4 dinar. Meskipun kedua madzhab berbeda mengenai batasan nilai barang curian, keduanya sepakat bahwa pelaku pencurian dikenai hukuman potong tangan, dengan tujuan agar pelaku jera dan tidak mengulangi perbuatannya.

Tafsir klasik mengenai hukuman potong tangan bagi pencuri sekilas mungkin tampak sadis karena menyebabkan kehilangan anggota tubuh bagi si pencuri dan mengurangi kesempatan kerjanya untuk menyambung hidup. Meskipun tujuan hukuman ini adalah memberikan efek jera kepada pencuri, penerapannya tidak dilakukan secara sembarangan. Ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang harus dipenuhi, termasuk nilai barang yang dicuri dan tangan yang akan dipotong.

Sedangkan menurut ulama tafsir kontemporer, Fazlur Rahman mengatakan bahwa hukuman potong tangan dalam ayat ini merupakan hukuman yang berat dan mengerikan. Jika melihat aspek sosio historisnya, akan ditemukan bahwa hal ini juga menjadi tradisi masyarakat Arab. Namun, dalam konteks saat ini, hukuman potong tangan dianggap tidak sesuai dengan prinsip kemanusiaan. Oleh karena itu, Rahman mencoba mengangkat ideal moral atau pesan utama dalam ayat ini. Ia menafsirkan kata "faqtha'uu aidiyahumaa" sebagai memotong kemampuan seorang pencuri agar tidak mencuri lagi.

Dapat dikatakan bahwa dengan melihat sosio histroris ayat dan juga prinsip keuniversalan al-Qur'an, maka ditemukan semangat hukum yang terkandung dalam ayat tersebut. Hukuman potong tangan berdasarkan teks ayat memberikan kesan perlindungan terhadap hak milik setiap orang dan agar tidak mudah melakukan praktek pencurian. Oleh karena itu, hukuman yang disebutkan secara eksplisit dalam ayat bukanlah hukuman yang mutlak. Ada kemungkinan hukuman lain yang bisa diberikan kepada pelaku pencurian dengan mempertimbangkan ideal moral tadi, yakni bisa dengan hukuman penjara yang mana juga akan memotong kemampuan pelaku untuk melakuakan tindakan pencurian. Jadi, penerapan hukum potong tangan di Indonesia tidak pantas diterapkan di era sekarang karena bertentangan dengan HAM dan moral kemanusiaan.

Semoga Bermanfaat dan Terima Kasih.....

Inayah Nur Alifah -UIN Raden Mas Said Surakarta 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline