"Kalami sawab yahtamil alkhata'a, wakalamu ghayri khata yahtamil alsawab" "Pendapatku benar, namun berpotensi salah. Sebaliknya, pendapat selainku salah, namun berpotensi benar." Maka, perbedaan dan perbandingan dapat membangkitkan semangat persaudaraan dan toleransi antar umat Islam dan juga umat manusia"
Berguru Atas Kerendahan Hati Para Imam Mujtahid
Islamiyah
Rasanya kita patut berguru kepada sosok para ulama mujtahid semisal Imam Syafi'i meski termasuk ulama mashur cerdas, alim, pengarang kita Al-Umm dan Arrisalah, penghafal Al-Qur'an dari sejak kecil tetapi bagaimana sikap sang Imam saat menentukan hukum fiqh ia hampir tidak pernah mengklaim sama sekali pendapatnya paling benar dengan menyampaikan "Pendapatku benar, tapi bisa jadi salah, sebaliknya pendapat selain ku itu salah, tapi bisa jadi benar" dan pendapatmu salah tetapi kemungkinan bisa mengandung unsur kebenaran" ini adalah ungkapan dari seorang yang sangat alim meskipun kapasitas keilmuannya tidak diragukan lagi tetapi dalam menentukan kasus hukum fiqh selalu menyampaikan bahwa pendapatnya benar tetapi bisa jadi mengandung kesalahan artinya masih membuka ruang untuk menerima krit, tau sanggahan dari para mujtahid lainnya, dan tidak merasa terhina jika pendapatnya ada yang menyanggah dari nujtahid lainnya
Nusantara
Meski seluruh Imam mujtahid otomatis akan mengklaim pendapatnya adalah benar tetapi dengan kerendahan hati , kemungkinan dibalik kebenaran dalam berpendapat ada unsur salah begitu juga dengan pendapat lainnya yang salah tetapi ada kemungkinan peluang benar, ini membuktikan tentang kerendahan hati yang dimiliki oleh seorang Imam mujtahid menunjukkan bahwa seorang ahli fiqih begitu sangat tawadu, mengapa tidak langsung saja menyampaikan bahwa pendapatnya paling benar ? mereka tidak ingin terjebak kepada sikap keangkuhan, kesombongan, dan bangga atas diri meskipun diyakini pendapatnya benar tetapi mayoritas ulama dengan segala kerendahan hati selalu mengatakan bahwa pendapatnya itu benar tetapi kemunginan salah, begitu juga dengan pendapat ahli fiqih yang lain salah tetapi kemungkinan adanya kebenaran di dalamnya. ini adalah pengakuan yang menujunkkan bahwa seorang Fiqh sangat tawadu'
Perlu disadari yang menyampaikan perkataan tersebut diatas bukan seorang imam mujtahid kaleng-keleng pinjam istilah bahasa gaul, bukan kelas standar, atau level medium tetapi ini sudah level ulama yang mendapatkan predikat seorang mujtahid yang tingkatannya tidak main-main dalam perkara penentuan kasus hukum fiqh yang mendapatkan perintah untuk berijtihad dalam perkara hukum sesuai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mujtahid, terlebih bagi seorang Imam Mujtahid dianjurkan untuk tidak diperkenankan mengekor kepada mujtahid lainnya tetapi harus memiliki standar atau alat ijtihad hukum yang sudah ada, dengan demikian seorang mujtahid yang mempunyai alat untuk berijtihad, ia wajib berijtihad dan haruslah memastikan bahwa ijtihadnya ini sudah pada koridor ijtihad yang memang diakui oleh kalangan ulama lain bukan ijthad yang tidak bisa dipertanggung jawabkan namun demikian gelar seorang mujtahid yang disandangnya tidak lantas membuat mereka lupa diri, tetap menjaga kerendahan hati, keadaban, dan menghargai pendapat mujtahid lainnya yang selalu lebih dkedepankan, namun demikian seorang mujtahid tidak pernah mengklaim bahwa hasil ijtihadnya ialah kebenaran mutlak yang harus diikuti dan orang lain tidak boleh berbeda, dengan kalmia yang sangat populer dikalangan ulama mujtahid "wayahtamil alkhata'a" "pendapatku bisa Jadi salah" disini letak luhurnya sikap yang dimiliki para ulama mujtahid adalah seorang yang sangat tawadhu menjaga diri agar tidak terjebak dalam keangkuhan, terhindar dari mengklaim hanya pendapatnya saja yang paling benar , Karena mereka sadar, bahwa apa yang mereka ijtihadkan tidak mesti sama dengan mujtahid lain yang juga berijtihad, dan tidak menutup kemungkinan hasil ijtihadnya berbeda dengan hasil ijtihad lainnya, begitu juga dengan kalimat: [ra'yi ghayri khata wayahtamil alsawab) "pendapat selainku salah tapi bisa jadi benar". Di sinilah poin penting yang harus kita teladani dari para Imam Mujtahid bahwa seorang faqih atau mujtahid terhindar dari sikap saling menghujat, mengklaim bahwa hasil ijtihadnya memiliki kebenaran mutlak, menuduh pendapat lain salah, keliru, dan bahkan menuduh sesat mereka semua terbebas dari sikap merasa paling benar, terbebas dari membanggakan dirinya dengan selalu mengedepankan sikap kerendahan hati. Lalu bagaimana dengan kita ??? Wallahu A'lamu
Rabu, 15 Januari 2025
Kreator Kompasiana : Inay Thea
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H