Mengambil Pesan Baik Dari Nasihat Imam Syafi'i RA
Bernama asli Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i. Beliau seorang mufti besar Islam yang juga pendiri Mazhab Syafi'i. Salah satu keutamaan beliau digelari "Nashir As-Sunnah" (pembela Sunnah Nabi). Imam Syafi'i usia 7 tahun sudah hafal Qur'an, beliau mendalami Bahasa Arab sejak umur 9 tahun, serta mempelajari ilmu Fiqih kepada banyak ulama di zamannya. salah satunya belajar kepada Imam Malik bin Anas, lalu belajar kepada murid Imam Abu Hanifah, dan sempat belajar di Yaman, dengan demikian semakin meyakini tentang keilmuan yang Imam Syafi'I, termasuk tokoh Sufi, menguasai ilmu fiqih dan Ushul Fiqih, kemudia hafizh Qur'an , karya kitabnya yang sangat terkenal adalah AR-Risalah, dan Al-Umm, dan banyak nasihat dalam kumpulan syairnya yang indah , penuh dengan pembelajaran kehidupan, dikenal sebagai sosok ulama yang sangat tawadu' sebagai bukti ketawaduanya adalah tergambar dalam salah satu syairnya yang terkenal sebagai berikut :
"Uhibbu alsaalihina walastu minhum, La-alliy 'an 'anaala bihim shafa'ah
Wa'akrahu man bidaa'atuhu alma-aa'syi, Wa'in kunaa sawa'an fi albidaa'ah
Wa'akrahu man yudi'ul-umror lahwaan, Walaw kuntu amra'aan jammal 'iidaa'ah"
"Aku mencintai orang-orang sholeh meskipun aku bukan termasuk di antara mereka.
Semoga bersama mereka aku bisa mendapatkan syafa'at kelak.
Aku membenci para pelaku maksiat, meskipun aku sama dengan mereka.
Aku membenci orang yang membuang-buang usianya dalam kesia-siaan walaupun aku sendiri adalah orang yang banyak menyia-nyiakan usia".
Muttaqien
Rasanya kita patut mengambil pesan baik yang disampaikan Imam Syafi'i dalam syair nasehatnya yang sangat menampar rasa kemanusiaan kita yang seringkali mengklaim diri sudah baik, paling benar, lebih mengerikan lagi tidak segan-segan menuduh pihak lain dengan tuduhan sesat, bid'ah dan tuduhan negative lainnya seolah-olah hanya diri dan kelompok mereka yang paling baik, dan paling sesuai dalam menjalan syari'at islam sementara diluar kelompoknya dituduh sesat, berangkat dari fenomena ini rasanya kita patut bercermin dari nasehat imam Syafi'i meskipun secara keilmuan, tingkat kesolehannya tentu tidak ada yang meragukan sedikitpun namun demikian Imam Syafi'i tidak pernah mengklaim bahwa dirinya termasuk golongan orang-orang sholeh sebagaimana dalam butiran-butiran syair tersebut diatas, bahkan sebaliknya saat sang Imam menyampaikan sangat membenci para pelaku pendosa , meskipun ia mengklaim dirinya sama dengan mereka ini membuktikan bahwa Imam Syafi'i saat membicarakan persoalan dosa dan kemaksiyatan selalu telunjuknya akan diarahkan kepadanya tetapi saat membicarakan tentang kesolehan maka telunjuknya diarahkan kepada orang lain artinya Imam Syafi'i mengajarkan kepada kita bahwa jauh lebih baik mengklaim diri sebagai pendosa kemudian diiringi ringkih istigfar daripada mengklaim diri sebagai orang alim, tetapi tertanam sikap keangkuhan , kesombongan dan pada akhirnya merendahkan orang lain, begitu juga tentang kebencian sang Imam terhadap orang-orang yang suka membuang-buang waktunya dengan mubadzir tanpa ada torehan kebaikan sedikitpun kemudian sang sang Imam mengkalim bahwa dirinya termasuk orang-orang yang banyak menyia-nyiakan waktu
Jika sepintas menelaah syair pendek tersebut adalah perkataan-perkataan yang mengandung hikmah hal ini tidak dapat dimaknai secara lahiriah, tekstual, harfiah atau tersurat, ini bersifat kiasan (balaghoh) yang mempunyai makna yang sangat mendalam , tersirat, dan syair yang diuraikan itu menunjukkan sikap merunduk tawadhu' dari seorang ulama Mujtahid Imam As-Syafi'i. Inilah contoh teladan yang disampaikan Imam Syafi'i bahwa kita tidak boleh mengklaim sebagai hamba yang paling sholeh, mengingat tingkat kesolehan seseorang hanya bisa dinisbatkan kepada perbuatan atau hasil penilaian Allah SWT kepada hamba-Nya.
Pesan di balik syair ini adalah mengenai ketawaduan, rendah hati dan ketundukan di hadapan Allah, SWT serta menunjukkan kesederhanaan dalam pandangan hidupnya, harus kita akui bahwa Imam Syafi'i dikenal sebagai seorang ulama yang sangat tekun dalam pengembangan ilmu hukum Islam dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip keadilan, rendah hati, dan kesederhanaan dalam kehidupan pribadinya, syair pendek yang disampaikan mencerminkan sikap pribadi beliau yang rendah hati dan tawadhu, serta ketidak inginannya untuk mendapatkan perhatian berlebihan atau penghormatan dari orang lain, rasanya tidak berlebihan jika kita patut meneledani sikap dari sang Imam terlebih di zaman modern sekaran ini . Bagaimana menurut anda ? Wallahu A'lamu. Semoga bermanfaat
Sabtu, 30 November 2024
Kreator Kompasiana : Inay thea