"Setiap huruf yang kamu tulis itu akan tetap ada sebagai saksi walaupun kamu sudah tiada, maka tulislah dengan tanganmu hal-hal yang kamu lihat baik untuk ditulis"
Kesungguhan Seorang Daffa Santri Ponpes Al-Azizyy- Cigarogol Pada Kajian Rutin
Judul tulisan diatas berdasarkan pengalaman pribadi saat menghadiri kajian rutin Tafsir Jalalain hari Ahad, 08 Jumadil Awal 1446 H/ 10 November 2024 ba'da Subuh bertempat di Masjid Ruhul Ummah Perumahan Metland Cileungsi -- Desa Cipenjo -- Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor- Jawa Barat
Selama mengikuti kajian ini mata saya tiba-tiba tertuju pada salah satu santri dari Ponpes Al-Azizyy Cigarogol yang duduk paling pojok namun dari sejak awal mengikuti kajian ia dengan tekun mengikutinya sementara di tangannya tidak pernah lepas selalu menggenggam pulpen sebagai alat tulis dan sepanjang kajian berlangsung tidak henti-hentinya tangannya selalu menuliskan dalam sebuah buku biasa yang ia bawa lalu mencatat apa yang disampaikan pembimbing kajian Tafsir Jalalain KH. Slemat Azis Zein sampai kajian benar-benar selesai, karena merasa penasaran atas apa yang saya lihat akhirnya selesai kajian saya bertanya langsung nama siapa ? santri menjawab nama saya Daffa asal Gandoang sebuah desa yang tidak jauh dari Ponpes Al-Azizyy, dan saya melanjutkan pertanyaan apa yang dituliskan tadi sepanjang kajian berlangsung?
beliau menjawab saya menuliskan apa yang disampaikan kyai dan sekaligus juga mempersiapkan untuk belajar sore harinya di Pondok Pesantren dengan menyalin langsung dari kitab Tafsir Jalalain artinya ia menyalin utuh kalimat demi kalimat yang tertuang dalam kitab Tafsir Jalalain yang akan menjadi pembahasan sore hari mendengar pengakuan yang jujur apa adanya itu saya sejenak saya tertegun atas kesungguhan dari seorang Daffa dalam belajarnya, kalau semua anda tulis berarti akan menghabiskan beberapa buku tulis ?
Ia menjawab ini sudah buku yang kelima saya menyalin dari kitab Tafsir Jalalain, apa alasanmu menulis ulang kedalam buku biasa bukankah bisa belajar langsung dari kitabnya akan lebih mudah tinggal memberikan harokat atau tanda untuk menunjukkan makna yang dimaksud dalam susunan kalimat yang tertuang dalam kitab ini, sambil tersenyum Daffa menjawab saya menuliskan ulang kedalam buku agar lebih memudahkan bagi saya khusunya dalam membaca, menelaah, karena hurupnya besar-besar terlebih ini hasil tulisan sendiri relative agak lebih mudah membacanya dan juga jarak antara satu lafad degan lafad lainnya aline-anya saya buat lebih besar daripada tampilan kitab aslinya sangat kecil dan sulit bagi saya untuk mengikutinya berbeda kalau ditulis ulang kedalam buku biasa waw berapa buku yang harus disiapkan kalau semua padahal jumlah halaman tafsir Jalalain itu sebanyak 513 halaman artinya Daffa harus menghabiskan beberapa buku tulis untuk menyalinnya
Apapun alat bantu yang dipilih oleh seorang Daffa itu sah-sah saja selama akan memberikan manfaat lebih, memberikan kemudahan, dari pemandangan ini saya hanya melihat sisi kesungguhan seorang santri dalam menuntut ilmu bukankah kesungguhan dalam menuntut ilmu sangat dibutuhkan karena ilmu tidak bisa diraih hanya dengan berpangku tangan, duduk manis, berleha-leha, tanpa berusaha dengan sungguh-sunguh dan niat yang ikhlas, atas kejadian ini teringat apa yang disampaikan salah seorang ulama Yahya bin Abi Katsir rahimahullah berkata " "Ilmu tidak akan didapatkan dengan tubuh yang santai (tidak bersungguh-sungguh) atau pendapat lain menyatakan bahwa al-ilmu yu'ti wa laya'tii "Ilmu (agama) itu didatangi bukan ilmu yang mendatangi" apa yang dilakukan Daffa sebagai salah satu contoh rekam jejak yang sangat baik dilihat dari kesungguhannya dalam mencari ilmu sehingga harus rela untuk menyalin semua yang termaktub dalam kitab Tafsir Jalalain, baginya dengan menghabiskan berjilid-jilid buku tidak menjadi masalah selama itu bisa memberikan kemudahan dalam menangkap pesan yang disampaikan dalam kitab Tafsir Jalalain, apa yang dilakukan Daffa kita patut acungi jempol dengan mempersiapkan alat belajar yang menurutnya lebih effektif dan efesien, lebih mudah dalam memahami, dan menerima pembelajaran yang disampaikan di Ponpes Al-Azizyy , maupun di kajian Ahad pagi dan saya yakin seorang Daffa menyadari bahwa pilihan buku tulis itu sejatinya untuk memberikan kemudahan, karena buku tulis yang dimaknai seorang Daffa adalah berfungsi sebagai alat bantu untuk lebih memudahkan dalam menerima pesan sekaligus menyampaikan pesan pembelajaran kepada orang lain karena tujuan alat bantu adalah untuk menghindari gap antara penyampai pesan dengan penerima pesan terhadap pembelajaran yang disampaikan oleh Kyai, para guru, dan para ustadz di Pondok Pesantren
Berikut beberapa fungsi dari alat bantu di antaranya:
Membantu santri memahami informasi yang didapat
Membangkitkan minat dan keinginan baru dari ara santri
Membangkitkan motivasi dan rangsangan dalam belajar dan mengajar
Memberikan pengalaman kepada para santri tentang peristiwa yang terjadi di lingkungan mereka
Memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya
Tulisannya akan menjadi prasasti abadi bagi para santri