Hebatnya Seorang Prabowo Subianto Meski diberhentikan Tapi Mendapatkan Gelar Jenderal Kehormatan TNI
Penyematan gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto menimbulkan tanya dari berbagai kalangan yang terkadang menggelitik kok bisa jendral pecatan dapat bintang kehormatan begitu kira-kira lontaran-demi lontaran yang dialamatkan atas pemberian gelar jendral kehormatan untuk seorang Prabowo tak ayal pemberian ini menjadi buah bibir masyarakat hal itu karena dikaitkan issue masa lalu Prabowo yang disebut-sebut diberhentikan dari jabatannya tentu saja bagi msyarakat awam istilah pemberhentian terhormat ataupun tidak terhormat tetap berkonotasi negative dengan kata lain ada sesuatu yang dilanggar Prabowo saat itu yang tidak bisa ditolelir oleh institusi TNI alias mencoreng nama baik meskipun kemudian hal ini diklarifikasi oleh pihak Mabes TNI menegaskan bahwa Prabowo diberhentikan dengan hormat namun Prabowo tidak kehilangan hak dan kewajiban apapun yang berkaitan dengan statusnya sebagai prajurit TNI Ia bahkan masih mendapatkan hak pensiun, hal itu berdasarkan kepres nomor 62 /ABRI/ 98 tanggal 22 November 1998. Dalam putusan tersebut tidak ada kata-kata pemecatan terhadap Prabowo ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar, Selasa (27/2/2024) atas dasar ini segala hal yang melekat masih bisa dinikmatinya semisal pensiun ini berdasarkan kepres nomor 62 /ABRI/ 98 tanggal 22 dan pemberian gelar jenderal kehormatan terhadap Prabowo telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2009.
Bagi saya sebagai masyarakat awam rasanya tidak terlalu penting soal penggunaan nomenklatur diberhentikan dengan "hormat atau tidak hormat" akan tetapi masyarakat lebih menyoroti terhadap soal pelanggaran yang pernah dilakukan Prabowo pada saat itu sehingga harus pada keputusan akhir adalah pemberhentian dengan hormat tentu saja keputusan ini ada latar belakangnya yang pada akhirnya public menerka-nerka sendiri bahwa nama Prabowo akan selalu dikaitkan dengan pelanggaran HAM pada saat itu dengan melakukan penculikan terhadap para aktifis yang dikenal dengan istilah aktivis 98' bahkan Majalah Tempo telah mengupas ini secara lugas (Kamis, 29 Februari 2024) bahwa terjadi kesalahan fatal yang dilakukan Prabowo saat menyandang pangkat letnan jenderal yang menyita banyak perhatian adalah soal penugasan Satuan Tugas Mawar atau lebih dikenal sebagai Tim Mawar sebagai tim tim khusus yang dibentuk untuk menculik aktivis mahasiswa pro reformasi, prodemokrasi dan perintah itu dikirimkan melalui Kolonel Infanteri Chairawan, yang merupakan Komandan Grup 4, dan Mayor Infanteri Bambang Kristiono tentu saja sebagai anak buah akan menjalankan perintah sesuai instruksi atasan karena mereka telah meyakini bahwa misi ini adalah legal semata-mata untuk menyelamatkan Bangsa dan Negara dari rongrongan orang-orang yang ingin memecah belah bangsa yang pada akhirnya sebagai anak buah harus tunduk terhadap perintah atasan terlebih ini untuk keselamatan negara begitulah kira-kira keyakinan anak buah Prabowo yang masuk dalam tim Mawa dan perlu diingat bahwa mereka menjalankan misinya sesuai garis komando bahwa dalam kemudian dalam menjalankan misinya terjadi pelanggaran HAM sehingga menimbulkan kekacauan secara massif dan meluas dengan terjadi penjarahan besar-besaran secara massif diberbagai pusat perbelanjaan , belum lagi mencuat soal issue pribumi dan non pribumi sehingga tragedi ini masih menyisakan trauma yang mendalam di masyarakat wajar kalau kemudian jika diltilik dari rentetan peristiwa selalu dikaitkan dengan nama Prabowo dengan sepak terjangnya melalui tim Mawar yang telah dibentuk
Atas kejadian yang telah melukai hati rakyat tersebut pada 14 Juli 1998 Panglima ABRI membentuk sebuah Dewan Kehormatan Perwira yang diketuai oleh Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo dan dianggotai oleh enam orang letnan jenderal: Fachrul Razi (wakil ketua); Djamari Chaniago (sekretaris); Arie J. Kumaat; Agum Gumelar; Susilo Bambang Yudhoyono; dan Yusuf Kartanegara dengan menyampaikan pada kesimpulan akhir bahwa tindakan Prabowo Subianto dianggap telah melampaui kewenangan dengan menjalankan operasi pengendalian stabilitas nasional dan kecenderungan operasi tersebut dilakukan berulang-ulang alhasil atas sejumlah tindakan Prabowo, maka Dewan Kehormatan Perwira menilai Prabowo mengabaikan sistem operasi, hierarki, dan disiplin di lingkungan militer, dan Prabowo juga dianggap tidak menjalankan etika profesionalisme dan tanggung jawab, melakukan tindak pidana berupa ketidak patuhan terhadap aturan dalam instutiusi TNI yang dikenal sangat disiplin dalam penegakan aturan pada akhirnya harus merekomendasikan dengan memberhentikan dengan hormat dari militer
Namun meski kini Prabowo Subianto telah menyandang gelar Jenderal Kehormatan TNI yang diberikan dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri 2024 di Mabes TNI, Jakarta, Rabu (28/2/2024) public tetap saja meyakini bahwa Prabowo tidak bisa lepas dari issue pelanggaran HAM terhadap para aktifis bahkan masih segar dalam ingatan pada saat debat calon presiden segmen kelima, Prabowo sempat ditanyai capres Ganjar terkait kasus 12 pelanggaran berat di Indonesia, salah satunya penculikan para aktivis di rezim Orde Barubahkan Ganjar menyinggung bahwa pada 2009 telah keluar empat rekomendasi dari DPR untuk menyelesaikan masalah HAM itu mendapatkan pertanyaan ini Prabowo lantas memberikan tanggapan yang sangat diplomatis bahwa pada momen setiap Pilpres musti ada pertanyaan yang sama terus menerus dialamatkan kepadanya padahal sejatinya saya adalah orang yang sangat komitmen untuk membela HAM berada di garda terdepan terbukti orang-orang yang dulu ditahan, tapol-tapol, yang katanya saya culik, sekarang ada di pihak saya dan membela saya. Jadi mohon maaf persoalan pelanggaran HAM jangan terlalu dipolitisasi hanya untuk menyudutkan nama seseorang begitu kira-kira dalih yang disampaikan Prabowo Subianto saat debat Presiden.
Wallahu A'lamu
Kamis, 29 Februari 2024