Ketika Rasa Bangga Terselip Atas Diri
Tidak ada kesendirian yang lebih mencekam daripada kesendirian yang dihasilkan oleh ujub,'' demikian nasihat Nabi SAW kepada Ali bin Abi Thalib menjelang wafatnya., dan ujub sendiri satu akar kata dengan kata ajaib "hal-hal yang mengherankan" dan ta'aajub "sikap mengagumi". Dengan kata lain, ujub adalah sikap melihat diri sendiri sebagai ajaib dan menakjubkan lalu muncul perasaan angkuh dan merendahkan orang lain inilah pengaruh pertama yang timbul akibat "i'jaab bin Nafsi" alias bangga akan diri sendiri karena acapkali seorang yang membanggakan diri akan menjurus kepada sikap peremehan akan jiwanya dengan menghilangkan melakukan perenungan/muhasabah, dan keadaan itu semakin lama akan semakin menambah akutnya penyakit, sampai pada tahap mudahnya mencela dan mengecilkan orang lain. Itulah yang dinamakan angkuh "ghuruur", dan malah virusnya akan terus naik merayap sampai membentuk perasaan merasa lebih tinggi dari rang lain, itulah sikap yang sering disebut dengan istilah sombong (takabbur).
Ada pula kesenangan diri disebabkan keyakinan bahwa perbuatan baik itu sudah merupakan sifatnya dan dialah pelaku perbuatan itu, lalu mengagung-agungkan dan menyukainya, dan memandang dirinya bebas dari segala kekurangan sehingga seolah-olah telah memberi kebaikan kepada Allah dengan perbuatan itu; semua itu berubah menjadi ujub.
Jadi bila kita rumuskan ujub sesungguhnya adalah sebuah tindakan mengagung-agungkan dan membesar-besarkan perbuatan baik yang telah dilakukannya , perasaan puas dan senang dengannya, tersipu bahagia jika pujian dialamatkan bahkan merasa terbebas dari kekurangan pada akhirnya melahirkan sikap angkuh, padahal yang seharusnya dilakukan adalah selalu melumuri diri dengan dosa "zayyinu-u anfusakum bil ma'siyah, wa laa tazinuu anfusakum bil 'ibaadah" 'hiasilah diri kalian dengan dosa dan jangan dihiasi dengan ibadah.
Ini merupakan ajaran dalam ilmu tasawwuf, sehingga tidak bisa dimaknai secara harfiyah merupakan tarbiyah kedewasaan ruhani agar manusia tidak merasa memiliki sifat angkuh, sombong seolah olah merasa paling bersih ,paling suci, merasa banyak amal kebaikannya, ajakan ini supaya tidak merasa sudah sholeh mengapa demikian? karena jika menanamkan banyak dosa maka manusia akan selalu mawas diri dalam melakukan aktifitas social terhindar dari sikap ke-akuan akan dirinya, tak akan pernah terlintas menimbang status yang dimiliki karena yang selalu ditampakkan sikap kesederhanaan, kebersahajaan, selalu memposisikan dirinya pada level maqam fakir alias serba kekurangan dalam amal justru akan selalu termotivasi untuk belajar terhadap orang lain dengan menanamkan rasa cinta sebagai bentuk ekspresi untuk menambah jumputan amal kebaikan
Tapi pernahkah kita mengagumi terhadap diri sendiri, kagum atas kekayaan yang dimiliki, kagum atas kecantikan, kagum akan kepandaian, atau kagum atas amalan yang diperbuat ketika sikap ini sudah menyeruak pada bathin kita maka waspadalah akan terselipnya rasa bangga diri "ujub" yang bisa membinasakan dari sikap ini melahirkan sifat sombong, ingat tiga hal yang akan membinasakan "kekikiran yang diperturutkan, hawa nafsu yang diumbar dan kekaguman seseorang pada dirinya sendiri." (HR. Thabrani), dan yang lebih mengerikan, penyakit bangga diri ini bahkan bisa menimpa orang-orang yang tidak melakukan perbuatan dosa mereka yang menjaga kesucian diri, melakukan berbagai hal yang diperintah Allah, menjauhi apa yang dilarang Allah, namun hatinya mengagumi ketaatannya sendiri, dan hal ini sungguh lebih besar kerusakannya daripada orang yang berbuat dosa namun menyadari dirinya hina
Atas dasar tersebut ada baiknya kita renungkan nasehat dari Ibnul Qayyim Al-Jaujiyyah dalam qaulnya yang sangat dikenal "Bahwa orang yang tertidur dimalam hari dan tidak mengerjakan kebaikan apapun, tidak mengerjakan sholat tahajud namun menyesal dipagi harinya adalah jauh lebih baik daripada orang yang melaksanakan shalat tahajud namun berbangga diri dipagi hari karena tahajudnya" ini sebuah amtsal yang sarat dengan muatan pembelajaran supaya terhindar dari merasa hebat, dan bangga tehadap amalaiyah yang telah dilakukan. Wallahu A'lamu
Kreator: Inay Thea-Cileungsi Bogor Jawa Barat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H