Lihat ke Halaman Asli

Inayat

Freelancer Konsultan Pemberdayaan Masyarakat

Melahap Tuduhan Orang Miskin

Diperbarui: 17 Januari 2023   09:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melahap Tuduhan Orang Miskin

Kemiskinan adalah  keadaan saat ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses bagi mereka terhadap pendidikan pekerjaan. 

Dan terhadap penentu kebijakan pada akhirnya menjadi kelompok yang termarjinalkan dari pentas hiruk pikuk pembangunan  namun yang perlu disadari adalah bahwa tidak ada satupun manusia yang ingin terlahir dari rahim keluarga miskin karena  tidak bisa memilih mau lahir from a rich family or  from a poor family  (miskin) karena ini bagian dari kehidupan yang harus diperankan dengan aktor utama bernama  manusia bagaimana melakoninya tetapi persoalan kemiskinan bisa terjadi karena malas (internal)  atau  karena sistem yang kurang berpihak terhadap kaum papa tapi yang patut diapresiasi  bahwa masyarakat miskin meski hidup dengan kondisi kekurangan mereka tetap bisa menikmati  hidup dengan tenang

Rasanya iri jika melihat melihat masyarakat  miskin bisa bercanda riang walaupun sesungguhnya mereka hidup serba keterbatasan  baik akses terhadap modal maupun akses terhadap penentu kebijakan namun tidak terlihat raut sedih dari wajah mereka apakah karena kemampuan menyembunyikan kesedihan sehingga yang tampak adalah rona  bahagia , atau karena mereka tak pernah memendam rasa benci meski terkadang tak ada bantuan secuilpun yang mampir untuk mereka,  bahkan  lalu lalang pejalan kaki, kendaraan  roda dua dan empat melaju kencang  begitu saja tidak jarang  meninggalkan asap kendaraan mampir diwajah lusuh mereka namun mereka tetap bisa tertawa, hati mereka tetap hidup dan berbaur menjadi satu komunitas bersosialisasi dengan apik lintas usia ada orang  tua, anak-anak, dan ibu-ibu saling bercengkrama dalam suasana penuh kedamaian

Kalaulah diri bisa hadir di kerumunan mereka sepertinya akan  mendulang nasihat meski tanpa sepatah katapun yang mereka sampaikan layaknya seruan para da'i di atas mimbar sebab keramahan  mereka menjadi pemantik untuk mendulang amal kebaikan malu rasanya terhadap orang miskin yang tangguh dalam menghadapi hidup sementara diri belum seberapa dibanding mereka, dan  dengan kondisi seperti ini  haruskah melahap tuduhan bahwa mereka biang kerok kekumuhan yang mencoreng  wajah kota, haruskah melahap tuduhan bahwa mereka menjadi sumber masalah terjadinya permukiman kumuh , haruskah melahap tuduhan bahwa mereka kelompok pemalas untuk  bekerja lebih memilih  mengemis dipinggir jalan , haruskah melahap tuduhan bahwa mereka biang kemacetan karena mengemis di perempatan lampu merah, haruskah melahap bahwa keberadaan mereka hanya menjadi beban Negara? haruskah melahap tuduhan bahwa mereka tidak mau berpartisipasi untuk pembangunan bangsa ? 

Jangan lupa siapa yang rela  menjadi pekerja kasar, kuli untuk pembangunan kemegahan infrstruktur kota, siapa yang rela jadi tumbal pijakan kaki sebagai tangga- untuk menuju singgasana, siapa yang rela  menjadi bantal untuk kesuksesanmu tanpa meminta balas jasa meski  kini sudah mencapai puncak namun terlalu mahal untuk  menoleh atas derita kaum miskin, tapi  mereka tetap bersabar tidak menyalahkan siapapun  apalagi sumpah serapah meski sesungguhnya mereka memiliki hak untuk diperjuangkan sesuai dengan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan "Fakir Miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara" dan selanjutnya dalam Pasal 27 Ayat (2) menyatakan "Bahwa tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Kesejahteraan Sosial.

Meski ada celah untuk menggugat Negara yang belum bisa mensejahterakan masyarakat miskin mereka lebih memilih diam baginya bisa makan setiap hari, dan bisa menyekolahkan anaknya  sudah lebih dari cukup masih bisa tertawa riang dengan keluarga, mereka adala para  pedagang asongan, kuli bangunan, tukang ojek, pedagang kecil, buruh bangunan, buruh tani, nelayan, pegawai rendahan, dan seabreg mustda'afin lainnya  menikmati hidup dengan getir hadapi hari hari yang penuh dengan ketidak pastian namun spirit hidup masih mereka miliki, dan bercermin pada kehidupan mereka seolah menampar kesadaran saya yang sering gagap dalam menghadapi hidup serba kekurangan, maka hendaklah kita banyak belajar   untuk bisa memahami mengerti sekelompok kaum miskin  terbiasa dengan terik panasnya matahari mereka tetap hidup,dan dalam setiap situasi mereka bisa beradaptasi tapi keluguannya jangan dipolitisasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok

Itulah profil kehidupan sebagian masyarakat miskin yang menjadi korban peminggiran dari kebijakan yang kurang berpihak seringkali kta saksikan bahwa kebuasan melumpuhkan hati nurani yang jernih, tragedi  yang dialami orang miskin dianggap sesuatu yang sangat lumrah, normal, wajar dan biasa-biasa saja, keperihan, luka cabik seluruhnya hanya akan jadi cerita untuk anak bangsa , dan   kehendak untuk bergandeng tangan antara aras suprastruktur dan aras infrastruktur sudah terlalu mahal akibatnya terjadi peminggiran bagi lapis bawah padahal kita membutuhkan kendali, membutuhkan empati, dan keberpihakan terhadap nasib mereka, namun dari semua tragedi yang telah terjadi   satu hal yang harus menjadi keyakinan kita adalah  bahwa perubahan itu pasti terjadi.

Kreator  adalah  Freelancer Konsultan Pemberdayaan Masyarakat -- Tinggal di Cileungsi  Kabupaten Bogor-Jawa Barat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline