Lihat ke Halaman Asli

Tumbal Pesugihan

Diperbarui: 25 Juli 2024   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

orami.co.id

Desa Waringin dikenal sebagai desa yang damai, dengan sawah hijau yang luas dan hutan lebat yang mengelilinginya. Namun, kedamaian desa itu berubah menjadi mimpi buruk ketika Bimo, seorang anak kecil yang ceria dan disayangi, tiba-tiba menghilang. Kabar kehilangannya mengguncang seluruh warga desa, membuat mereka bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

Ibu Bimo, Bu Siti, adalah orang pertama yang merasakan ada yang tidak beres. Pagi itu, Bimo biasanya bermain di halaman rumah dengan mainan kayunya. Namun, saat Bu Siti keluar membawa sarapan, Bimo sudah tidak ada di sana. Setelah beberapa jam mencari dan memanggil-manggil namanya, Bu Siti mulai panik. Kabar hilangnya Bimo cepat menyebar, dan seluruh warga desa berbondong-bondong membantu mencari.

Pencarian berlangsung hingga malam hari, namun tidak ada jejak Bimo yang ditemukan. Warga desa mulai cemas dan mengaitkan kehilangannya dengan cerita-cerita mistis yang sudah lama beredar di desa itu. Mereka percaya bahwa hutan di sekitar desa adalah tempat yang angker, penuh dengan makhluk gaib yang kadang-kadang menculik manusia sebagai tumbal.

Pak Joko, ayah Bimo, terlihat sangat terpukul. Wajahnya selalu muram, dan matanya penuh dengan keputusasaan. Ia tidak henti-hentinya mencari anaknya, bahkan saat semua orang sudah menyerah dan pulang ke rumah masing-masing. Namun, beberapa warga mulai merasa ada sesuatu yang aneh dengan Pak Joko. Mereka melihatnya sering menghilang di malam hari, menuju hutan dengan membawa bungkusan misterius.

Suatu malam, Pak Mardi, salah satu warga yang selalu curiga dengan tingkah laku Pak Joko, memutuskan untuk mengikutinya. Dengan hati-hati, ia mengikuti Pak Joko yang berjalan cepat menuju hutan. Malam itu gelap gulita, hanya diterangi oleh sinar bulan yang samar-samar menembus dedaunan. Pak Mardi bersembunyi di balik pohon besar, memastikan agar Pak Joko tidak menyadari kehadirannya.

Setelah berjalan cukup jauh, Pak Mardi melihat sebuah pemandangan yang membuat darahnya berdesir. Di tengah hutan, Pak Joko berdiri di depan api unggun besar, mengenakan jubah hitam dengan simbol-simbol aneh. Di sampingnya, terikat di sebuah tiang kayu, adalah Bimo. Anak itu terlihat ketakutan, dengan mata yang basah oleh air mata.

Pak Joko mulai melantunkan mantra-mantra dengan suara yang lirih namun menakutkan. "Aku persembahkan darah anakku demi kekayaan dan kejayaan," ucapnya dengan suara serak. Tiba-tiba, dari dalam api muncul sosok bayangan hitam, menerima persembahan tersebut. Sosok itu menjulurkan tangan gelapnya, mendekati Bimo yang berteriak ketakutan.

Pak Mardi tidak bisa lagi tinggal diam. Dengan sekuat tenaga, ia berlari ke arah desa untuk memberitahukan apa yang dilihatnya. Sesampainya di desa, ia berteriak memanggil warga lainnya untuk segera berkumpul. "Pak Joko! Dia di hutan! Dia akan mengorbankan Bimo!" teriak Pak Mardi dengan napas tersengal-sengal.

Warga desa segera bergegas menuju hutan dengan membawa obor dan alat seadanya. Namun, saat mereka tiba di tempat tersebut, Pak Joko dan Bimo sudah menghilang. Yang tersisa hanyalah bekas api yang memancar hawa dingin dan bau anyir darah. Mereka hanya menemukan tali yang putus dan jejak kaki kecil yang mengarah ke arah yang tidak menentu.

Pencarian terus dilakukan selama berhari-hari, namun Bimo dan Pak Joko tidak pernah ditemukan. Desa Waringin diliputi kesedihan dan ketakutan. Setiap malam, warga mendengar suara tangisan anak kecil yang mengerikan dari arah hutan. Mereka percaya bahwa itu adalah hantu Bimo yang mencari keadilan atas pengkhianatan ayahnya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline