Lihat ke Halaman Asli

Ku Tumbalkan Keluargaku Demi Kekayaan

Diperbarui: 4 Juli 2024   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.pilar.id/5-weton-sakti-penolak-iblis-tumbal-pesugihan-menurut-primbon-jawa/

Aku, Bimo, adalah seorang pria yang pernah merasakan manisnya kemewahan dunia. Dulu, kehidupanku sangat berkecukupan. Aku memiliki pekerjaan mapan, rumah megah, serta keluarga yang harmonis. Istriku, Ratih, adalah wanita yang selalu mendukungku dalam setiap langkah hidupku. Anak kami, Daffa, tumbuh menjadi anak yang cerdas dan penuh kasih. Namun, kehidupan tidak selamanya berjalan mulus. Perlahan, bisnis yang kurintis mulai mengalami kemunduran. Hutang menumpuk, dan ketakutan akan kebangkrutan menghantuiku setiap hari.

Hingga akhirnya aku benar-benar jatuh miskin rumah dan semua barang berharga telah terjual. Sekarang aku hidup hanya dikontrakan 1 kamar. Makan harian dari hasil mengais disampah.

Suatu malam, di sebuah warung kopi kecil, aku bertemu dengan seorang pria misterius. Namanya Surya, dan dia mengaku bisa memberiku jalan keluar dari semua kesulitanku. Ia berbicara tentang pesugihan, sebuah jalan gelap yang bisa memberiku kekayaan tanpa batas. Awalnya, aku menolak. Namun, ketakutan akan kehilangan segalanya mengalahkan akal sehatku. Aku mulai tergoda.

Surya mengajakku ke sebuah tempat terpencil di kaki gunung. Di sana, ia memperkenalkanku pada seorang dukun yang dikenal sebagai Mbah Roso. Mbah Roso menjelaskan bahwa untuk mendapatkan kekayaan, aku harus melakukan sebuah ritual khusus. Aku harus menyerahkan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupku sebagai tumbal dan tumbal harus orang terdekat dan yang paling dicintai.

Aku terdiam sejenak, merenungkan semua yang dikatakannya. Aku tidak ingin kehilangan keluargaku, tapi bayangan tentang kekayaan dan kemewahan membayangi pikiranku. Aku ingin kaya dan memiliki segalanya, aku bosan dengan kemiskinan. Akhirnya, aku setuju. Aku memutuskan untuk mengorbankan mereka.

Malam itu, aku membawa Ratih dan Daffa ke tempat yang telah ditentukan oleh Mbah Roso. Di sebuah gua yang gelap dan penuh dengan aroma dupa, aku melakukan ritual tersebut. Aku menyerahkan keluargaku, dan seketika itu juga, aku merasakan kekuatan gelap menyelimuti tubuhku. Aku bisa merasakan keberuntungan mulai berpihak padaku.

Dalam waktu singkat, bisnisku kembali berjaya. Kekayaan datang tanpa henti, dan aku hidup dalam kemewahan yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Perlahan, aku mulai merasakan kehampaan yang mendalam. Setiap kali aku melihat cermin, bayangan Ratih dan Daffa selalu menghantuiku. Senyum mereka yang dulu selalu membuatku bahagia, kini menjadi bayangan kelam yang menakutkan.

Suatu malam, aku bermimpi. Dalam mimpiku, Ratih dan Daffa berdiri di depanku. Mereka tidak berkata apa-apa, hanya menatapku dengan tatapan penuh kekecewaan dan kesedihan. Aku terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhku. Rasa bersalah yang selama ini kusimpan dalam hati, kini semakin menghimpit.

Hari demi hari, aku merasa semakin tersiksa. Tidak ada lagi kebahagiaan dalam tumpukan harta yang kumiliki. Setiap sudut rumahku yang megah, hanya mengingatkanku pada pengkhianatanku. Aku mencoba melarikan diri dari bayangan itu dengan berbagai cara, tapi semuanya sia-sia.

Suatu malam, aku kembali ke gua tempat aku melakukan ritual. Aku berharap bisa membatalkan semua ini, mengembalikan keluargaku. Namun, Mbah Roso hanya tertawa. "Sekali kau menyerahkan mereka, tidak ada jalan kembali," katanya dengan dingin.

Aku jatuh berlutut, menangis dan memohon. Namun, Mbah Roso tidak bergeming. "Kau sudah membuat pilihanmu, Bimo. Sekarang kau harus menanggung akibatnya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline