Lihat ke Halaman Asli

Kurelakan Suamiku untuk Ibu

Diperbarui: 29 Juni 2024   18:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://greatmind.id/article/ekspresi-rasa-sakit-hatiInput sumber gambar

Aku masih bisa merasakan dinginnya lantai keramik di ruang tamu saat suamiku, Arif, melontarkan kalimat yang mengubah hidupku selamanya. "Aku ingin bercerai," katanya, suaranya terdengar seperti pecahan kaca yang menghancurkan hatiku.

Kami menikah lima tahun lalu dengan cinta yang tulus. Arif adalah sosok suami yang penyayang dan perhatian. Namun, seiring berjalannya waktu, masalah mulai muncul. Aku menyadari bahwa perasaanku terhadap Arif perlahan berubah, sementara ibuku, Kartini, yang tinggal bersama kami sejak setahun lalu, semakin akrab dengan suamiku.

Ibuku adalah seorang wanita cantik di usia lima puluhan. Meskipun usianya sudah tidak muda lagi, pesonanya tetap terpancar. Keputusan membawa ibu tinggal bersama kami adalah karena kesehatannya yang memburuk setelah kematian ayahku. Pada awalnya, kehadiran ibu adalah berkah bagi kami. Dia membantu mengurus rumah dan memberikan nasihat yang bijaksana. Namun, tanpa kusadari, kehadirannya juga membawa masalah yang lebih besar.

Aku mencoba mempertahankan pernikahanku, meskipun mengetahui bahwa hati Arif perlahan berpindah ke ibu. Aku menyaksikan kedekatan mereka yang semakin nyata. Dari tatapan mata yang penuh kasih hingga sentuhan-sentuhan kecil yang mereka pikir aku tidak perhatikan. Aku terluka, tetapi aku juga mencintai suamiku dan tidak ingin kehilangannya.

Suatu malam, setelah mendengar Arif dan ibu tertawa bersama di dapur, aku memutuskan untuk mengajak Arif berbicara. "Arif, aku merasa ada yang berubah di antara kita. Apakah kau masih mencintaiku?" tanyaku, suaraku bergetar.

Arif terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang. "Rina, aku masih mencintaimu, tetapi aku juga tidak bisa membohongi perasaanku. Aku... aku mencintai ibumu."

Kata-kata itu menghantamku seperti petir. Aku ingin marah, ingin menangis, tetapi yang kurasakan hanya kehampaan. "Bagaimana bisa? Ibu adalah ibuku," bisikku.

"Aku tahu, ini salah. Tapi aku tidak bisa mengendalikan perasaanku," jawab Arif dengan nada bersalah.

Aku memutuskan untuk berbicara dengan ibu. "Bu, apa yang terjadi antara kau dan Arif?" tanyaku dengan air mata yang mengalir.

Ibu memandangku dengan mata berkaca-kaca. "Maafkan ibu, Rina. Ibu tidak berniat merebut kebahagiaanmu. Tapi, ibu juga manusia yang bisa jatuh cinta."

Malam itu, aku merenung sendirian di kamar. Aku tidak bisa tidur, memikirkan dua orang yang paling kucintai saling mencintai. Aku sadar bahwa mempertahankan pernikahan ini hanya akan menyakiti kami bertiga. Maka, aku membuat keputusan terberat dalam hidupku. Aku harus merelakan Arif demi kebahagiaannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline