Hujan turun dengan deras, membasahi kota kecil di kaki bukit itu. Di sebuah rumah tua yang berdiri kokoh di ujung jalan, terdengar suara ketukan pintu. Maria, seorang wanita muda dengan rambut hitam legam yang selalu dikuncir rapi, membuka pintu dan terkejut melihat siapa yang berdiri di depannya. Pria itu, dengan wajah penuh luka dan darah yang mengalir dari pelipisnya, adalah suaminya, Arman.
"Arman! Apa yang terjadi padamu?" seru Maria panik.
Arman, dengan senyum lemah, mengusap pipi istrinya dengan lembut. "Aku baik-baik saja, sayang. Aku hanya butuh sedikit istirahat."
Maria segera membimbing Arman masuk ke dalam rumah, menyiapkan handuk dan air hangat untuk membersihkan lukanya. Sambil membersihkan darah di wajah suaminya, Maria tidak bisa menahan air matanya. "Siapa yang melakukan ini padamu?"
Arman menggeleng pelan. "Aku tidak ingin membicarakannya sekarang. Yang penting, aku selamat dan bersama denganmu."
Maria menatap mata suaminya yang penuh kasih. Ia tahu bahwa Arman menyimpan banyak rahasia, tapi cinta mereka selalu lebih kuat dari apapun. Maria memutuskan untuk tidak mendesak lebih jauh malam itu. Setelah membersihkan dan membalut luka-luka Arman, mereka berbaring bersama di tempat tidur, mencoba melupakan sejenak semua kekacauan di luar sana.
Keesokan paginya, ketika sinar matahari pertama masuk ke dalam kamar, Maria terbangun dan menemukan tempat di sebelahnya kosong. Ia segera bangun dan mencari Arman. Ia menemukannya di dapur, sedang duduk di meja dengan segelas kopi di tangannya. Tatapan mata Arman kosong, seolah pikirannya melayang jauh.
"Arman, kamu baik-baik saja?" tanya Maria lembut.
Arman menoleh dan mencoba tersenyum. "Aku baik-baik saja, Maria. Aku hanya memikirkan sesuatu."
Maria duduk di sebelahnya, menggenggam tangannya. "Kamu bisa menceritakannya padaku, apapun itu."