Lihat ke Halaman Asli

Belanja Pemerintah Naik Selama Pandemi, Maukah Rakyat Membayar?

Diperbarui: 22 Juni 2020   14:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Subsidi yang seharusnya dapat meringankan beban rakyat di kala pandemi, namun dibalik itu ada sebuah konsekuensi yang harus ditanggungnya. Lalu, maukah rakyat membayarnya?

Kasus pasien positif COVID-19 di Indonesia per tanggal 21 Juni 2020 sudah menembus angka 45.891 jiwa, jumlah pasien yang meninggal mencapai 2.465 jiwa, sedangkan jumlah pasien yang telah sembuh dari infeksi mencapai 18.404 jiwa. Melihat kasus pasien yang positif terjangkit virus Corona kian bertambah, maka pemerintah pun tidak tinggal diam untuk mengatasi agar wabah COVID-19 tidak semakin menyebar. 

Beberapa upaya yang telah diambil pemerintah dalam menangani wabah COVID-19 diantaranya dengan: Menerapkan kebijakan social and physical distancing (jaga jarak sosial dan jaga jarak fisik minimal 1,5m per orang), kewajiban untuk memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun, pemberian bantuan berupa uang tunai dan sembako kepada rakyat yang terdampak wabah COVID-19, pemberian diskon bagi pengguna listrik bertegangan 450V dan 900V oleh PLN, pemberian kartu pra kerja, pelonggaran kredit, pelarangan mudik, serta penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Dalam melaksanakan upaya-upaya tersebut, pemerintah tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar, misalnya saja dalam pemberian subsidi berupa uang tunai dan sembako bagi warga kurang mampu yang terdampak wabah COVID-19 setiap bulannya. Pembiayaan tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

APBN itu sendiri adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Belanja negara ini digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta berperan penting pula dalam mensejahterakan rakyat.

Salah satu jenis belanja dari pemerintah pusat dalam APBN adalah subsidi. Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa, sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.

Subsidi dan bamtuan sosial yang diberikan oleh pemerintah selama pandemi diberikan dalam bentuk sembako, uang tunai, ataupun dipadukan dengan pelatihan. Bentuk-bentuk dari subsidi dan bantuan sosial, diantaranya:

Program Keluarga Harapan (PKH) bagi 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (PKM). Penyaluran PKH ini silakukan setiap 3 bulan sekali, namun setelah wabah COVID-19 melanda, penyeluran PKH ini dilakukan setiap bulan mulai dari bulan April 2020.

PKH akan menyalurkam sebanyak dua kali kepada KPM utuk bukan April-Juni. Penyaluran ini akan berlangsung selama satu tahun, dengan peningkatan anggaran dari yang sebelumnya Rp 29,13 triliun menjadi Rp 37,4 triliun.

Program Kartu Sembako yang sebelumnya diberikan kepada 15,2 juta penduduk dengan nominal Rp 150 ribu/bulan sejak Januari-Februari, namun setelah pandemi, ada penambahan 4,8 juta penerima tambahan menjadi total 20 juta penerima dengan nominal Rp 200 ribu/bulan mulai dari bulan Maret-Desember.

Maka, total anggaran yang disiapkan juga meningkat, dari yang sebelumnya Rp 28,08 triliun menjadi Rp 43,6 triliun.
Program Kartu Pra Kerja bagi 5,6 juta peserta dengan total anggaran Rp 20 triliun. Dengan mengikuti program ini, setiap pekerja akan menerima biaya pelatihan, insentif bulanan, dan survei dengan total bantuan sebesar Rp 3,55 juta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline