By: Andi P. Rukka dan Rey Na (no. 237) di dadamu pernah kusematkan sepuluh bintang di sela jemarimu kuisi ruang kosongnya seperti jemarimu mengisi ruang jemariku karena kita satu mataku berbinar cerah terbakar kata mesra dari bibirmu berdesis tanpa suara dan kurasakan dengan getaran yang berbeda bila esok tiba kau bangun dari sisiku tubuh berpeluh senyum penuh kepuasan bibirmu basah mengecup keningku berbisik tentang rasamu padaku tentang anak-anak zaman dari rahimku jiwaku melambung aku melihatmu sebagai matahari menerangi gelap hati ini aku melihatmu sebagai bulan lembut hingga fajar merekah tapi itu dulu saat bersamaku ketika sentuhan di tubuhku seirama imajinasimu kini wajah yang menghiasi hati telah pergi sejauh langkah kaki tak mampu kugapai apalagi kukejar dengan sejuta harap aku kehilanganmu dengan satu kata pisah terucap manis dari bibirmu aku hanya terpaku pada bayangan pudar wajahmu wajahmu menjadi asing dalam duniaku melayang-layang di jagad kerinduanmu walau lengan kokohmu masih meremukkan hasrat namun sinar matamu memecah diriku dalam potongan keramik usang bintangku gugur dari dadamu dan keningku kecupmu mengering 27 Oktober 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H