Lihat ke Halaman Asli

Ina Purmini

ibu rumah tangga, bekerja sebagai pns

PPDB Berkeadilan dengan Verval Mendalam

Diperbarui: 7 Juli 2024   00:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto dokpri : anak sekolah)

Pemerintah menyampaikan bahwa sistem zonasi dalam PPDB bertujuan untuk pemerataan kualitas pendidikan, agar tidak ada sekolah favorit dan non favorit, serta mendekatkan peserta didik dengan lokasi sekolah. 

Disamping jalur zonasi dengan kuota 50% untuk SMP, SMA, sekolah juga melakukan penerimaan siswa baru dengan jalur prestasi (prestasi nilai raport, prestasi akademik, prestasi olahraga, prestasi seni budaya) 30%, jalur afirmasi (siswa tidak mampu, disabilitas, anak guru) 15% dan jalur kepindahan orang tua 5%. 

Meskipun Pemerintah telah memperbaiki sistem PPDB, namun kecurangan masih saja terjadi di sana sini. Dan yang paling banyak menimbulkan masalah adalah penerimaan dari jalur zonasi dan afirmasi siswa miskin. Sedangkan jalur prestasi, afirmasianak guru dan kepindahan orang tua relatif tidak banyak gejolak.

Permasalahan yang muncul dari jalur zonsi misalnya di SMA 3 Bogor, dimana orang tua siswa kecewa sebab anaknya tidak diterima padahal jarak rumah ke sekolah tidak lebih dari 1 km atau jika ditempuh dengan jalan kaki hanya membutuhkan waktu 10 menit. Demikian juga dengan kasus yang terjadi di SMA 5 Kota Tangerang, orang tua siswa mencari siswa yang diterima di sekolah tersebut yang jarak rumah-sekolah hanya 100 m, namun tidak menemukan siswa tersebut.

Pada jalur zonasi, modus yang biasa digunakan untuk ngakali agar anaknya diterima di sekolah tujuan/sekolah favorit adalah dengan memindahkan sang anak ke Kartu Keluarga (KK) seseorang yang rumahnya dekat dengan sekolah, 1-2 tahun sebelum waktu pendaftaran dimulai. Sudah menjadi rahasia umum seorang anak dititipkan ke KK orang lain dengan status 'famili lain'. Dan hal ini, dalam beberapa kasus, katanya sudah menjadi 'lahan bisnis' baru bagi warga sekitar sekolah. Dengan kondisi semacam ini, tidak heran jika kemudian terjadi kasus seperti pada SMA 3 Bogor dan SMA 5 Kota Tangerang di atas, sebab kuota sudah habis oleh siswa-siswa 'titipan' dalam KK yang  berjarak hanya 200-300 m dari sekolah.

Pada jalur afirmasi, yang sering terjadi adalah terbitnya Surat Keterangan Siswa Miskin dari Kepala Desa/Kelurahan setempat yang asli tapi palsu (aspal). Artinya  calon siswa meminta SKTM walaupun sebenarnya yang bersangkutan bukanlah kelompok miskin. 

Untuk mengatasi permasalahan di atas, sesungguhnya Panitia PPDB dapat melakukan verifikasi dan validasi (verval) yang bersifat substantif dan bukan hanya formalitas. Sebab salah satu tahapan yang harus dilakukan Panitia PPDB adalah melakukan verval. Pada saat inilah seharusnya sekolah dapat memaksimalkan fungsi penyaringan agar PPDB dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel), sehingga jika ada pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil PPDB, pihak sekolah dapat menjelaskan secara transparan karena memang tidak ada yang perlu disembunyikan.

Sekolah dapat melakukan verifikasi dan validasi dengan cara :

1. Pada jalur zonasi 

Pada KK yang calon siswanya berstatus sebagai 'famili lain' dan jarak dari rumah-sekolah hanya 100-300 m, harus dipanggil dan dilakukan wawancara. Tujuan wawancara adalah menggali apakah Kepala Keluarga dalam KK tersebut dapat menjelaskan status 'famili lain'? Sudah berapa lama calon siswa  berpindah ke KK tersebut? Apa tujuan pindah KK? Apakah calon siswa tersebut sejak pindah KK kemudian tinggal/berdomisili pada KK tersebut? Atau  hanya sekedar titip nama dan bertujuan agar dekat dengan sekolah yang dituju?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline