Bulan Desember, sebentar lagi tiba dan tanggal 9 adalah peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang biasa disingkat dengan Hakordia. Berbicara tentang korupsi di Indonesia, membuat kita semakin prihatin karena intensitas keterjadiannya yang semakin hari justru semakin banyak terkuak.
Jumlah uang yang dikorup semakin besar, yang semula hanya puluhan juta, ratusan juta, milyar dan sekarang bahkan mencapai trilyunan uang dikorupsi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Demikian juga dengan pelakunya, dari pemimpin/pejabat di tingkat Pemerintahan Pusat, Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) dan bahkan sampai ke Pemerintahan Desa dengan adanya Dana Desa yang dikorupsi juga. Lembaganyapun tidak ada yang steril dari kasus korupsi, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif.
Banyak hal sudah dilakukan pemerintah dalam rangka melakukan pendidikan, pencegahan dan pemberantasan korupsi, mulai dari menerbitkan sejumlah kebijakan terkait dengan KKN, mengoptimalkan fungsi-fungsi kelembagaan negara, dan juga membentuk komisi seperti KPK. Namun sampai hari ini, pencegahan dan pemberantasan korupsi memang belum berhasil sebagaimana yang diharapkan, disebabkan banyak hal.
Kita sebagai masyarakat pun dapat berperan dalam upaya menurunkan tingginya angka korupsi di Indonesia. Bagaimana caranya? Salah satunya adalah dengan menanamkan nilai-nilai antikorupsi, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam keseharian kita di manapun, kapanpun, melekat dalam aktifitas sehari-hari.
Kita mengenal 9 nilai antikorupsi yaitu jujur, adil, mandiri, sederhana, tanggung jawab, peduli, disiplin, kerja keras dan berani. Bagi sebagian manusia dewasa yang karakternya sudah terbentuk dan berbeda dengan nilai di atas, mungkin akan sulit melaksanakan nilai-nilai di atas. Misalnya, bisakah para pejabat bergaya hidup sederhana, jika sudah mempunyai karakter hidup boros dan bermewah-mewah untuk menaikkan gengsi dan citra diri?
Oleh karena itu, penting rasanya menanamkan 9 nilai antikorupsi di atas sejak dini, sejak anak belum sekolah, saat di Kelompok bermain/Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), TK, SD, SMP, SMA dan seterusnya yang sampai akhirnya pada saat memasuki dunia kerja sudah terbentuk karakter dengan integritas diri yang kuat.
Sekolah seharusnya tidak hanya melakukan penilaian berdasarkan angka yang dicapai anak pada saat ulangan. Menanamkan nilai dengan cara pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari bukan sekedar teori. Dengan contoh sikap dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya, di rumah, di sekolah juga di tengah-tengah masyarakat.
Jujur saat mengerjakan ulangan, tidak mencontek, mengerjakan tugas di rumah dilakukan sendiri dan orang tua tidak perlu turun tangan membantu mengerjakannya (misalnya ada tugas menggambar dan mewarnai di rumah).
Untuk contoh terakhir, pada saat pandemi covid-19, terjadi anak-anak yang tadinya biasa saja kepandaiannya menjadi anak yang nilainya selalu bagus, sebab bisa jadi orang tua ikut membantu mengerjakan tugas-tugas/ulangan anak. Hal ini tentu tidak mendidik, bahkan tanpa disadari, mengajarkan anak untuk tidak jujur.