Lihat ke Halaman Asli

Ina Purmini

ibu rumah tangga, bekerja sebagai pns

Catatan Harian Sang Bupati

Diperbarui: 10 Desember 2020   22:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saya adalah seorang Bupati, yang terpilih dengan modal milyaran rupiah untuk masa bakti 5 tahun. Buat apa uang milayaran rupiah itu? Banyak, untuk mendapatkan rekomendasi agar partai memilih saya bukan sesuatu yang gratis. 

Untuk menjamu, membuka rumah sepanjang tahun menjelang Pilkada bukan tanpa biaya, untuk membuat rakyat mencoblos gambar saya di bilik suara pun tak bisa hanya dengan kampanye program belaka.

Kini saya telah menjadi penguasa, menempati sebuah rumah dinas yang disebut Pendopo, berkantor di sebuah gedung megah yang biasa disebut Kantor Bupati. Semua kebutuhan di pendopo dan di kantor sudah siap sedia tanpa saya meminta, mulai kebutuhan rumah tangga, transportasi, komunikasi, bahkan makan pun ditanggung oleh negara. O...ternyata begini rasanya menjadi Bupati. 

Sebulan, dua bulan, tiga bulan, saya tidak berbuat apa-apa, karena memang saya tidak tahu apa-apa soal birokrasi. Visi Misi program yang saya kampanyekan kemarin? Saya pun tak tahu apa-apa, karena  Timses yang menyusun. Dalam ketidaktahuan saya, akhirnya saya menjadi tahu tanpa saya harus mencari tahu.

Rumah  dinas saya tidak pernah sepi, para pejabat eselon 2 banyak yang datang dan pergi, ada yang membawa berita ini dan itu, ada yang memberi saran A, B, C, ada yang membawa bingkisan, juga ada yang membawa uang! Saya belajar banyak dari mereka. Semua mengalir seperti air, tanpa saya meminta semua hal terbuka di depan mata. Semua seperti berlomba untuk mendapatkan perhatian saya. 

Suatu ketika Kepala Dinas A berkata, "Bapak harus berhati-hati dengan pak Kepala Dinas B ya pak, kabarnya beliau di masa Pilkada yang akan datang ingin mencalonkan diri, makanya sekarang dia menduduki jabatan pada dinas yang membawahi semua Kepala Desa, dengan harapan bisa mempengaruhi mereka."

Kepala Dinas B bilang, "Bapak harus hati-hati dengan Kepala Dinas A pak, dia doyan duit. Suka memanfaatkan nama Bapak untuk kepentingan dirinya sendiri."

Kepala Dinas C, tidak bilang apa-apa, hanya mengenalkan seorang pejabat eselon IV, katanya,"Pak, saya ke sini bersama pak Adi, dia Kasubid di Dinas Z dan sebenarnya kompetensinya cukup memadai untuk naik ke eselon 3." Di atas meja sengaja pejabat tersebut meninggalkan sebuah map yang di dalamnya ada amplop dan tentu saja isinya uang jutaan.

Kepala Dinas D datang, membawa uang dan bilang bahwa ini uang sisa anggaran kegiatan. Kegiatan sudah dilaksanakan katanya dan masih ada sisa, daripada dikembalikan ke kas daerah lebih baik digunakan bersama karena ada banyak kegiatan yang tidak dianggarkan tetapi harus dibiayai, itulah sebabnya harus ada dana 'non budgeter'.

Besoknya lagi saya kedatangan pejabat eselon 2, kali ini bersama seorang pengusaha, dan lagi-lagi pulangnya meninggalkan sebuah map berisi amplop yang di dalamnya uang tentu saja.

Begitulah, tanpa saya minta semuanya mengalir lancar. Saya belajar, saya memang pembelajar yang cepat apalagi so'al bagaimana mendapatkan kembali modal yang sudah saya keluarkan untuk menduduki posisi Bupati ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline