Ketika saya hendak mau menulis, tiba-tiba ide yang ada dipikiran hilang entah kemana. Padahal sejak tadi malam sudah saya persiapkan serapi mungkin. Saya ingin kembali mengungkapkan apa yang saat ini saya rasakan. Perasaan sedih dan serba salah yang selalu menghantui kini kembali datang. Mengapa Tuhan memberi saya jalan seperti ini?
Orang tua saya menginginkan saya untuk segera menikah. Namun hati dan diri saya masih menolak. Karena laki-laki yang saya cintai dan saya inginkan adalah kekasih saya saat ini. Sedangkan dirinya tak mungkin menikahi saya. Jika ditanya apa yang saya inginkan, maka saya akan menjawab untuk bisa terus bersamanya.
Saya tahu saya egois dan jahat. Tapi apakah saya tak boleh mempertahankan cinta ini meski banyak yang menentang? Saya tahu akibat keegoisan saya banyak orang yang tersakiti. Tapi apakah saya tidak diberikan kebebasan untuk menjalani cinta ini dengan semampu saya? Saya teringat kalimat kekasih. Cinta ini dimulai dari dirinya yang terus mendekat meski saya selalu menolak awalnya. Dan yang seharusnya mengakhiri cinta ini adalah dirinya. Begitu katanya.
Sejak saat itu saya membiasakan dan belajar untuk percaya akan kata-katanya. Saya akan memberikan kebebasan kepadanya untuk bagaimana mengakhiri cinta kami. Maka semenjak itu pula, saya tak pernah meminta putus darinya. Karena saya percaya dia akan mampu menemukan jalan yang terbaik untuk kami.
Tuhan, saya hanya meminta diberikan yang terbaik untuk semuanya. Untuk orang tua dan kekasih saya. Mereka adalah orang-orang yang saat ini saya cintai dan sangat ingin saya bahagiakan. Sampai saat ini saya belum bisa untuk memilih satu diantara yang lain. Orang tua adalah orang yang telah mendidik saya dan memberikan kasih sayangnya secara penuh dari sejak saya dikandungan hingga sekarang. Kekasih saya adalah orang yang saat ini saya cintai dan yang saya harapkan untuk menjadi imam pada kehidupan berumah tangga kelak.
Saya tahu orang tua saya pasti mengikuti apa yang menjadi keputusan saya meski mereka memendam lara. Saya pun tahu jika kekasih saya saat ini masih enggan untuk melepaskan saya. Meski sebenarnya tanpa kehadiran saya, hidupnya tetap baik-baik saja. Ia tak akan pernah kesepian karena dirinya telah dikelilingi oleh orang yang begitu mencintainya.
Keputusan saya saat ini adalah dengan menunggu keputusannya. Entah ia mengakhiri atau bagaimana. Barangkali saya akan tetap menunggu hingga dirinya mulai terbiasa kembali tanpa kehadiran saya seperti sebelum kami dipertemukan. Dan Tuhan, tolong berikan kami kekuatan untuk menjalani ini tanpa merasa berat hati dan mendahulukan emosi.
Saya pun tak akan lupa bahwa semuanya hanya sementara. Kebahagiaan bersama dirinya saat ini pasti juga sementara. Yang kekal hanyalah cinta dan kasih sayang Tuhan. Pun kesedihan dan luka lara diantara kami juga sementara. Tinggal bagaimana kita menjalani hidup ini dengan penuh cinta agar dipermudahkan. Sayang, terimakasih untuk kerjasama bahagia yang selalu mewarnai perjalanan cinta kita seperti roll coaster ini. Berjanjilah kepada saya sayang untuk senantiasa berbagi dalam suka maupun duka. Karena penyatuan dan kebahagiaan kita akan menular untuk orang disekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H