Lihat ke Halaman Asli

Inayatun Najikah

Penulis Lepas, Pecinta Buku

Workaholic

Diperbarui: 15 November 2023   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi 

Saya menawarkan bantuan, tapi dianggap peduli yang berlebihan. Saat saya tanya bagaimana peduli yang sederhana, khawatir yang sederhana, dan perhatian yang sederhana menurut versimu, kamu hanya menjawabnya dengan yang tak berlebihan. Lalu saya kembali bertanya, bagaimana contohnya? Kamu malah diam. Saya harus bagaimana lagi memahamimu sayang? Atau jangan-jangan kau sudah merasa bosan dengan saya. 

Saya yang salah telah mencintai dirimu. Tak seharusnya saya datang ketempat ini. Jika dulu seandainya saya tak melamar pekerjaan disini, mungkin saya tak akan pernah bertemu denganmu. Saya tak akan memberi luka pada dirimu seperti ini. Tapi saya bisa apa. Saya tak menyalahkan takdir yang diberikan oleh Tuhan ini. Karena pertemuan denganmu menjadikan saya sebagai manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Terimakasih untuk itu. 

Jika boleh memflash back awal pertemuan kita, kau sangat bersungguh-sungguh mendekati saya. Bahkan ketika saya merasa takut akan sikapmu, kau yang meyakinkan diri ini. Hingga akhirnya saya mulai menaruh kepercayaan padamu. Dan karenamu pula kepercayaan dalam diri saya mulai berkembang untuk menghadapi setiap hal yang saya lalui hingga sekarang. 

Lalu mengapa ketika perasaan ini semakin dalam terhadapmu kau mulai mengacuhkan saya. Saya tahu kamu ada masalah disana dan disini. Tetapi caramu menyelesaikannya seharusnya tak seperti itu sayang. Kau sangat egois dengan ingin tampil dominan dalam menyelesaikannya. Kau melakukannya atas prinsip bahwa kau adalah seorang laki-laki yang menurutmu harus bisa menyelesaikan segalanya seorang diri. Kau berprinsip pula bahwa hal itu sudah terlatih sejak kecil. 

Lalu ketika kau mempercayai demikian, untuk apa kau bersedia menjalani hubungan ini? Hubungan yang seharusnya menjadi landasan untuk kita menghadapi apapun bersama-sama. 

Kau harus tahu bahwa setiap manusia mempunyai masalah. Tak hanya dirimu. Orang terdekatmu, ayah, ibu, adik-adik, bahkan saya sekalipun, kami punya masalah. Namun disini saya sadar bahwa saya tak hidup sendirian sekarang. Saya telah memiliki kamu. Kamu sebagai pasangan saya yang akan menemani saya disaat bahagia maupun duka. Dan apakah kamu tak bisa mengubah pola pikirmu seperti itu? Kamu memiliki saya. Dan saya akan menemani apapun kondisimu hingga waktu tak tahu seperti yang selalu kau ucapkan.

Saya tahu kamu adalah laki-laki kuat. Laki-laki yang mandiri dan ingin membuat orang-orang disekitarmu bahagia, meski kau sendiri merasa kesakitan. Sayang, saya hanya ingin meyakinkan dirimu bahwa yang sudah berlalu biarlah. Karena yang harus kamu jalani adalah masa kini. Jika bayang-bayang masa lalu seperti kau yang gampang menjadi pemarah, atau kau yang tak dianggap orang bahwa kau mampu, atau bahkan kau yang telah terbiasa melakukan sesuatu seorang diri masih menghantui, bagaimana kau akan menggapai masa depan dengan kebahagiaan. Jika kini kau masih terbayang akan hal itu maka kedepan dan selamanya kau akan selalu mengalami begitu sayang. 

Saya tak mau melihatmu seperti itu. Menjalani semuanya seorang diri. Apa permintaan saya terlalu berat untukmu? Dan jangan pernah kau berfikir jika kau bercerita saya jadi ikut kepikiran. Kamu salah besar sayang. Justru dengan sikap angkuhmu, sikap acuhmu, dan sikap dominanmu untuk menyelesaikannya seorang diri, kamu membuat saya sakit hati. Sesak rasanya dada ini. Mengapa kau tak melibatkan saya. Apa mungkin inilah caramu untuk menyadarkan siapa saya?

Sayang, saya hanya ingin bahagia bersama denganmu dalam waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan ini. Apakah kamu tak mau berbagi segalanya dengan saya? Jika suatu saat nanti saya harus melepasmu untuk berbahagia dengan orang lain, tolong untuk saat ini izinkanlah saya membantu dirimu. Bahagiamu adalah tujuan hidup saya saat ini. Saya tak ingin apa-apa lagi dari Tuhan.

Unek-unek sejak entah kapan yang saya rasakan itu akhirnya tertuang juga kedalam tulisan kali ini. Kau benar sayang. Saya harus lebih bersabar lagi untuk tetap bisa bersamamu. Dan saya sadar setiap hal dari yang kita percaya adalah kebenarannya. Kau benar dengan mempertahankan prinsip bahwa menjadi seorang laki-laki itu harus siap siaga, harus mampu menyelesaikan masalah seorang diri. Sedangkan saya juga benar dengan anggapan bahwa kesemua hal bisa dilakukan dengan berkesalingan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline