Tergelitik untuk menulis atikel ini sudah dari beberapa waktu yang lalu. Ya, bagaimana tidak ke-tigger. social media manapun yang dibuka, akan menampilkan artikel yang sama.
KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Hal ini bukanlah hal baru di dalam kehidupan social kita. Banyak sekali laporan mengenai kasus KDRT yang dilaporkan ke kepolisian. Hanya saja, kebetulan kali ini dialami oleh public figure yang sedang banyak sekali diidolakan oleh masyarakat.
Yang menarik pada kasus kali ini ada dua hal. Tindakan cepat si korban untuk melapokan si suami ke polisi dan tindakan yang cukup cepat juga untuk menarik laporan si istri atas tindakan sang suami.
Mari kita bahas yuk.
Ya, memulai rumah tangga itu tidaklah sulit. Yang sulit itu menjalaninya. Bagaimana kita berkomitmen untuk saling jaga dan melengkapi satu sama lain. Terlihat mudah, namun tidak. Suami atau isti adalah orang lain yang baru kita kenal. Malah, belum tentu kita kenal sepenuhnya. Kata orang tua nih, ucapan dan tindakan selama pacaran, hanya 60 persen yang sesuai aslinya. Sisanya hanya diri sendiri yang tahu.
Bisa jadi ya. Ketika kita belum memiliki seseorang sepenuhnya. Apalagi belum masuk ke dalam sebuah ikatan, pastilah kita selalu ingin tampak baik. Tidak semua seperti ini, namun kebanyakan ya begini.
Saya pernah mengatakan kepada teman saya "Perlu loh kita punya atau menentukan batasan-batasan apa yang bisa ditolerir dan mana yang tidak bias oleh pasangan kita". Sebagai manusia kita punya hak hidup aman dan nyaman. Kita berhak menentukan kenyamanan yang seperti apa yang kita butuhkan. Keamanan yang bagaimana yang seharusnya kita dapat ketika menjadi seorang istri. Kesalahan apa saja yang sekiranya bias kita tolerir dari pasangan dan kesalahan yang bagaimana yang sana sekali tidak bias kita tolerir.
Menurut saya hal ini penting. Terkadang ketika kita berada di dalam hubungan yang melibatkan emosional di dalamnya, sungguh sangat sulit untuk bisa berfikir secara rasional. Ada banyak pertimbangan yang tiba-tiba muncul di hati. Ya, di hati. Saat ini justru kita lebih menggunakan perasaaan daripada logika.
Kasus KDRT seperti ini bukan yang pertama kali saya dengar. Bahkan seorang teman saya pernah mengadu ke saya sambil menangis setelah mendapatkan kekeasan fisik dan verbal dai suaminya. Dan sampai saat ini mereka masih bersama walaupun kekerasan verbal masih saja dia terima.
Saya salut dengan mbak L (korban) yang langsung melaporkan suaminya setelah dia mendapakan kekerasan. Ya, memang seperti itu yang seharusnya dilakukan oleh korban. KDRT itu sudah temasuk dalam tindakan kriminal. Korbannya bisa saja trauma, berakibat disabiltas seumu hidup bahkan kematian.
Tidak semua korban berani untuk langsung mengambil tindakan seperti mbak L. Bisa karena beberapa faktor. Kebanyakan karena koban merasa lemah secara finansial dan berfikir karena anak. Hal ini juga yang saya dengar dari teman saya. "Mau gimana lagi, saya ini gak kerja, kalau saya laporkan lalu kami bercerai, saya dan anak-anak mau makan apa?" Dan alasan berikutnya adalah anak, "Gimana anak-anakku kalau bapaknya ditahan''.