Lihat ke Halaman Asli

Pengaruh Makanan Minuman Manis dengan Kejadian Obesitas Remaja

Diperbarui: 28 Juli 2023   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dinkes.Karangasem.go.id

Remaja artinya seseorang yang masuk masa transisi dari anak-anak ke dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda tiap sumbernya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014, usia remaja berada pada rentang 10-18 tahun. Sedangkan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), kategori remaja berada pada usia 10-24 tahun dan belum menikah. Sementara Menurut World Health Organization (WHO), remaja memiliki rentang usia 10-19 tahun. Di usia remaja ini masalah gizi yang cukup mendominasi yaitu obesitas. Prevalensi kejadian obesitas meningkat setiap tahunnya.Angka kejadian obesitas di Indonesia menunjukkan bahwa, pada penduduk usia 15 tahun sebesar 35,4% sedangkan obesitas dengan IMT 27 sebesar 21,8%. Prevalensi kejadian obesitas pada usia 15 tahun lebih tinggi perempuan dibandingkan laki-laki

Menurut WHO kejadian overweight ataupun obesitas akan menjadi permasalahan utama pada remaja dari tahun 1990 hingga sekarang. Permasalahan ini terjadi akibat pola makan yang tidak baik dan kurangnya aktivitas fisik, Berdasarkan ruang lingkup global, 340 juta warga dunia bahkan lebih dengan rentang usia 5-19 tahun mengalami obesitas di tahun 2016 (WHO,2021)

Obesitas terjadi saat asupan energi yang masuk melebihi jumlah yang dibutuhkan dalam jangka panjang sehingga terjadi penumpukan lemak yang berdampak munculnya penyakit lain. Faktor-faktor risiko terjadinya obesitas ada dua macam yaitu yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Faktor yang dapat diubah seperti kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Orang yang mengalami obesitas akan mengalami gangguan metabolisme yang bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan beresiko ke beberapa penyakit seperti hipertensi, dislipidemia, diabetes melitus II , batu emepdu, kanker payudara dan gangguan psikologi.

Pada dasarnya, tubuh memerlukan asupan kalori untuk daya tahan dan bekerja, namun untuk mengimbangi berat badan maka  harus ada keseimbangan antara energi yang masuk dan energi yang keluar. Akibat ketidakseimbangan energi, selanjutnya dapat menyebabkan kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas).

Menurut Direktorat Pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular (P2PTM), menyebutkan rekomendasi konsumsi gula setiap orang per hari nya 50 gram. Gula sederhana yang sering digunakan sebagai pemanis tambahan adalah fruktosa dan glukosa yang banyak terdapat dalam berbagai macam minuman manis.

Di Amerika, ditemukan bahan pemanis dalam minuman berupa sirup jagung yang tinggi fruktosa. Dapat diketahui, jika konsumsi fruktosa dalam jumlah banyak dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti batu ginjal (Ventura,Davis&Goran 2011). Konsumsi gula yang berlebihan, diketahui dapat mengakibatkan obesitas pada remaja karena asupan gula dapat merangsang lipogenesis dalam di hepar maupun jaringan adiposa.

Penggunaan bahan pemanis tambahan seperti fruktosa sangat meningkat akhir-akhir ini. Fruktosa sebagi pendukung signifikan dari kegemukan dan berpengaruh terhadap otak karena  fruktosa dapat memperlambat fungsi otak dan resistensi leptin. Konsumsi fruktosa jangka panjang, dapat meningkatkan pemasukan kalori melalui hilangnya sinyal kenyang di otak sehingga memicu kenaikan berat badan. 

Sinyal pengatur dan pengontrol makan di otak disebut hipotalamus, ada dua bagian dari hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan adalah bagian penggerak nafsu makan dan penghambat nafsu makan. Jika bagian yang menggerakan nafsu makan rusak, maka orang tersebut akan menolak suatu makanan atau minuman. Sedangkan jika bagian penghambat nafsu makan rusak, maka orang tersebut akan rakus dan menimbulkan obesitas.

Pola makan yang berlebih, membuat seseorang sulit untuk menurunkan berat badan sehingga butuh motivasi dan kontrol diri yang kuat. Kondisi obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi kurang menyenangkam serta kurangnya aktifitas fisik secara tidak langsnung mempengaruhi menurunnya laju metabolisme basal.

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan gizi seimbang sesuai isi piringku, pola makan yang teratur, batasi asupan tinggi kalori terutama makanan/minuman manis serta meningkatkan aktivitas fisik,mengonsumsi lebih banyak serat dari sayuran dan buah-buahan.   




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline